Rasa Tanpa Ada Ikatan
Belum genab setahun kepergian sang ayah kini ibunya telah menyusul.
Begitu cepat kabar itu aku dengar, karena satu hari sebelum kejadian itu aku
dan juga temenku baru berkunjung ke rumahnya. Begitu banyak yang ia kisahkan, tentang
apa yang telah menimpanya. Kekawatiran yang menghinggapinya untuk membesarkan dua
buah hatinya. Sedikit nasehat untuk membesarkan hatinya aku sampikan.
Pukul 09.00 WIB, banyak pesan dan panggilan masuk namun aku tidak
mengetahuinya karena kesibukan saat itu. Satu pesan terbaca olehku. Air mata
tak terasa menetes dan badan terasa begitu lemas tak sanggup untuk berdiri.
Salah satu temanku menasehati dan bersedia untuk mengantarkanku untuk ta’ziah. Dan aku
segera minta izin kepala sekolah untuk
segera berangkat ta’ziah.
Butuh waktu 30 menit untuk sampai di rumahnya. Kulihat banyak orang
berta’ziah disana. Begitu banyak orang yang
ta’ziah, aku langsung masuk ke dalam dan mencari orang tua dari almarhum.
Pada malam harinya akupun mendatangi rumahnya tak tega melihat
putranya. Akupun segera mencari dik Hiban. Ya Dik Hiban namanya, anaknya
periang, gesit dan selalu aktif. Sejak ayahnya meninggal, dia mulai terbiasa
dengan ku karena tiap bulan sekali aku dan teman selalu datang kesana. Ayah hiban
adalah teman SMA ku dulu. Jadi aku di amanahi teman-teman seangkatan untuk sekedar membantu memberi sedikit uang
untuk jajan dik Hiban. Sejaksaat itu aku pasti datng ke rumahnya.
Malam itu malam pertama dik Hiban di tinggal oleh ibunya. Ibunya
meninggal saat kecelakaan di pagi hari saat pulang dari pasar untuk belanja
sekedar jajanan untuk di bagi ke teman-temen dik Hiban. Pagi itu hari ulang
tahun di hiban ke-3. Berharap kebahagiaan bisa bersamai di hari ultahnya, namun
keadaan berkata lain. Kecelakaan tunggal itu mengantarkan Ibu dik Hiban untuk
pergi selama-lamanya. Innalilahi wainna ilaihi rojiun… Ibu dik Hiban meninggal
saat perjalanan di bawa ke rumah sakit.
Tidak banyak yang bisa aku perbuat kecuali ikut mendoakan, Malam
pertama tahlilan. Aku datang dan aku
lihat dik hiban berlari dan memanggilku.
“ Ibuuuk..”pangilnya padaku.
Jleg seketika hancur hatiku, mendengar panggilan itu. Dik Hiban yang belum
paham jika ibunya telah tiada, dari pagi menanyakan ibunya terus, namun tidak
ada yang bisa menjawab, hanya deraian air mata yang mewakili jawaban atas
pertanyaan itu.
“Sini sayaang “, ucapku lirih dengan menahan pilu. Aku peluk dik Hiban
dan seperti tidak mau di lepaskan.
“ Ibu, jangan pergi ya, jangan tinggalin Hiban sendiri “. Pintanya.
“Iya sayang ibu ga akan pergi, ibu selalu ada untuk dik Hiban. Semakin
pelukan ini terasa menyakitkan bagiku. Aku ga tau apa jadinya nanti setelah aku
ga bisa setiap hari bersamanya.
Malam itupun aku susah untuk pamit pulang. Aku tunggu dik Hiban
tidur baru aku pulang. Ada rasa perih yang menghimpit saat aku langkahkan kaki
untuk meninggalkan rumahnya. Ya rabb kuatkan dia .
Kegiaatan rutin sebulan sekali tetap aku jalankan, aku datang
mengunjungi dik Hiban dan juga kakaknya yang setelah orang tuanya meninggal
mereka tinggal bersama neneknya. Pernah sekali aku sampaikan keinginaku untuk
mengangkat anak dik Hiban namun mereka keberatan. Lambat laun di Hiban sudah
mulai paham jika ibu dan ayahnya meninggal. Dia tetap memanggilku ibu dan dia
sering minta untuk di ajak ke rumahku. Bahkan kadang tidak mau untuk di antar
pulang.
Suatu siang saat dia ku ajak ke rumah. Aku di kagetkan dengan
pemberiannya. Daun berbentuk hati ia sodorkan ke aku.
“Ibu, aku cinta ibu” katanya dengan senyum dan gayanya yang periang.
“Makasih dik “.jawabku.
Aah di Hiban kau buat ibu terharu. Semoga ibu bisa selalu buatmu
nyaman dik, cepat tumbuhlah besar jadi anak yang pinter, solih, tangguh dalam
hadapi tantangan hidup, jadi anak yang beruntung dunia dan akhirat. Doa ibu
menyertaimu nak.
Entah apa yang membuat rasa ini enggan untuk jauh darimu dik. Ibu menyayangimu
sepenuh hati. Sebisa mungkin ibu akan lakukan yang terbaik untukmu. Ibu sayang
kamu.
Jangan tunggu kita kaya untuk bisa membuat anak-anak seperti dik
Hiban bahagia, berikan sedikit yang kita punya untuk kebahagian mereka. Mereka
butuh kasih sayang dan perhatian kita.
Dalam Al-Quran Q.S Al-Maun juga
jelas kita di larang untuk menghardik anak yatim, artinya kita diperintahkan
untuk menyayangi anak yatim.
فَذَٰلِكَ ٱلَّذِى
يَدُعُّ ٱلْيَتِيمَ
“Itulah orang yang menghardik anak yatim”
Orang yang mengahardik anak
yatim termasuk orang yang mendustakan agama.
Selain itu, Al-Maun juga berisi perintah untuk memberi makan orang miskin.
Semoga kita bisa mengamalkannya.
Salam
sehat,salam literasi,tetap semangat dan terus berkarya.
Day10AiseiWritingChalengge
Gunungkidul,13 November 2020
Dik Hiban umur berapa? Yang kuat dan sabar ya sayang.. Jadi baper nih ceritanya
BalasHapusSekarang dah lma thun buk.. Dlu di tinggl ibunya umur 3 thun.
BalasHapusSmg dik hiban tumbuh mjd anak shalih yg sukses dunia akhirat. Aamiin3
BalasHapusAamiin..mksih bu ismi
HapusSmoga mas Hiban mjd anak sholeh sebagai tab akhirat orang tuanya... Aamiin
BalasHapusAamiin..mksih pak
HapusAduh baper..salam sayang dan do'a yg terbaik utk dik Hiban ya bu
BalasHapusTerimakasih buk..
HapusAamiin yarobbalalamiin...
BalasHapusMksih buk
HapusSalam untuk Dik Hiban...
BalasHapusSehat selalu ya nak..
untuk Ibu Atik, semoga selalu diberikan keberkahan. Aamiin
Cerita yang mengharukan. Sikap ibu kepada Hiban adalah teladan.
HapusAamiin..mksih pak
HapusAamiin mksih pak
HapusSabar dan tawakhal,. Kita semua akan kembali kepada Nya Sang Pencipta yg penuh dengan Kasih sayang
BalasHapus