Menulis dari Kekutaan Silaturahmi
Pada malam hari ini, Selasa 8 Februari 2021dalam kegiatan public speaking
for teacher akan mendapatkan ilmu dari Ibu Sri Sri Sugiastuti atau Bu
Kanjeng. Bu Kanjeng mendapat kesempatan untuk berbagi kepada bapak ibu guru
hebat dari Aceh hingga Papua yang sudah masuk ke dalam grup belajar berbicara bersama
Om Jay dan PGRI. Alhamdulilah saat ini kita di berikan sehat sehingga bisa mengikuti kegiatan dengan baik. Ini
merupakan kesempatan yang langka karena apabila kita tidak sehat tidak mungkin
kita akan bisa bergabung disini.
Pada tema yang diberikan pada malam hari ini panitia memberikan
materi kepada narasumber sesuai dengan passionnya kalau bukan pada
passionnyatidak mungkin di berikan. Jadi Insya Allah Bu Kanjeng akan memberikan
materinya itu berkenaan dengan passion beliau yaitu sebagai bagian literasi.
Ibu Kanjeng saya kenal mulai dari saya bergabung menulis di gelombang delapan
dan sudah ikut bergabung dengan beliau dengan beberapa antologi.
Ibu Kanjeng sangat luar biasa mampu memberi inspirasi kepada
guru-guru untuk menulis. Ibu Kanjeng memberikan tema menulis dengan kekuatan
silaturahmi.Bu Kanjeng akan menyampaikan bagaimana beliau berproses atau
menulis dengan kekuatan silaturahmi yang beliau miliki. karena temanya adalah Mengapa
guru harus menulis? itu Banyak sekali alasannya
karena telah kita ketahui atau kita baca ada tuntutan juga di kurikulum 2013. Kemudian
sejak tahun 2016 itu juga sudah mulai digerakkan adanya gerakan literasi
nasional. Gerakan nasional tersebut merupakan rangkaian dari usaha
pemerintah ketika melihat beberapa riset
atau beberapa temuan yang ada di lapangan yang sangat memprihatinkan
karena Indonesia berada di peringkat nomor 4.
Alhamdulillah dengan adanya gerakan literasi nasional guru-guru itu
mulai tergerak untuk bisa menulis. tahun 2007 atau 2009 masih sangat sulit
untuk belajar menulis itu masih berbayar. Saat ini pandemi banyak membawa berkah, guru harus mengajar dari rumah atau BDR itu
sehingga guru dipaksa mereka untuk mau
melek IT dan kawan-kawan akhirnya bisa
bergabung di kelompok belajar menulis bersama Om Jay.
Dari belajar menulis di beberapa gelombang semua tergantung niatnya
masing-masing. Bu Kanjeng membagikan pada malam hari ini lebih kepada proses
menjadi seorang penulis. Bu Kanjeng mengatakan bahwasanya beliau belajar nulis
itu sudah sangat terlambat karena sudah menjelang 50 tahun tetapi menurut
beliau bahwa Allah itu tidak tidur Allah itu mendengar doa-doa Umat-Nya. Sejak
tahun 2007 Bu Kanjeng ambil S2, kemudian
2019 jumpa dengan teman-teman hebat di Kompasiana kemudian mulai tertarik
dengan dunia Internet dunia maya mengenal banyak Maestro mempunyai banyak teman
dari situlah beliau belajar sehingga setiap ada kesempatan untuk meng-upgrade
diri itu beliau lakukan, maka tidak heran bahwa ketika tahun 2013 itu Bu
Kanjeng ketemu dengan Om Jay tepatnya bulan Desember dalam kegiatan itu sudah bertemu dengan Ahmad Fuadi
ada bertemu dengan Pak Dian Kelana dari beberapa tokoh penulis dan saat itu
lebih cepat dikenal dengan karena kita bisa menulis blog keroyokan dan akhirnya
saat ini pun kita juga mengenal banyak blog keroyokan.
Secara singkat mengapa beliau akhirnya bisa menjadi seorang penulis
dan saat ini lebih banyak memberi motivasi kepada bapak ibu guru khususnya yang
berada di dalam kegiatan belajar menulis bersama Om Jay. Mulai gelombang 1 hingga
16 dan Alhamdulillah banyak sekali alumni dari kelas yang dibuat itu sudah
menjadi penulis penulis karena digandeng oleh penerbit Andi untuk bersama-sama
menulis dan menjadi narasumber di kelas berikutnya.
Ibu Kanjeng memberikan pengalamannya
sebagai penanggung jawab dari lahirnya sebuah buku antologi. Secara kebetulan
saat itu beliau memiliki banyak komunitas menulis dengan banyak harapan “Ayo
menulis “Ayo kerjakan tugas dan kumpulkan nanti naskahnya akan dimasukkan ke
Penerbit Mayor. kebetulan pengelola dari grup tersebut tidak bisa mengcover
tulisan-tulisan yang sudah masuk . Akhirnya Bu Kanjeng Japri dengan salah satu
anggota, namanya Ibu Mei dia betul-betul pejuang literasi tinggal di Garut yang
bersedia untuk membantu sebagai editor.
Gayung bersambut sudah muncul suatu tantangan untuk menulis karena
waktu itu di hari ibu terbuat judul buku dengan tema kasih sayang ibu judulnya “Muara
Kasih Ibu”. Ada sekitar 40 penulis tentu
saja ceritanya sangat menarik karena kita tahu bahwa tokoh ibu itu tidak akan
pernah habis untuk kita ceritakan untuk kita banggakan untuk kita kenal karena cintanya
karena sayangnya karena perjuangan seorang ibu itu memang sangat luar biasa.
Pada akhirnya muncullah secara sederhana beliau mengajak membuat
suatu panduan yang cukup panjang sudah dibuat beberapa poin termasuk bagaimana
nanti profil penulisannya bagaimana temanya berapa panjang atau beberapa
halaman. Tapi tetap saja ada kendala, karena kebudayaan atau budaya literasi
kita itu masih sangat memprihatinkan editor itu cukup dibuat pusing tetapi itulah
kenikmatan atau kepuasan dari seorang editor.
Ketika suatu naskah yang
istilahnya belum layak atau kaidah kaidah nya masih berantakan itu butuh
perjuangan untuk seorang editor yang bisa dikatakan bahwa mereka itu adalah
malaikat tanpa sayap yang bekerja dalam suny. apalagi ketika awal itu kita atau
tidaknya itu saya dan beberapa rekan itu membuat suatu istilahnya before and
after Bagaimana tulisan itu setelah itu bagaimana hasil setelah diedit atau
setelah dibuka oleh beliau menjadi bacaan untuk dibaca atau dinikmati oleh para
pembaca.
Berikutnya yang Bu Kanjeng anggap itu adalah sesuatu yang sangat
menarik tahun cantik tahun 2020 angka kembar peminatnya itu cukup banyak kakak
saya memberikan kita dengan judul go to twenty twenty yang bagaimana
yang akan kita lakukan di tahun 2020. Peminatnya banyak lebih dari 75 buku dan
akhirnya dibuatdua buku. Tahun 2020 merupakan refleksi bagaimana keadaan di
tahun itu bagaimana penulis berproses ketika berproses itu tidak selamanya
berjalan mulus pasti ada yang di lalui dengan tempat tinggal kita juga dengan harapan semua bagaimana nanti itu tahun 2020
akan dilalui.
Tahun 2000 akhir 2019 itu Bu Kanjeng masih sempat jalan ke Padang
untuk berbagi literasi dengan komunitas ke sana tempatnya itu di Dharmasraya
yang lumayan jauh masih 6 jam dari bandara Padang tapi beliau nikmati
perjalanan itu karena kekuatan silaturahmi yang di miliki. Om Jay harusnya
dapat jatah 2 hari hanya bisa dilakukan satu hari dan harus kembali lagi ke Jakarta saat itu memang
sedang gencar-gencarnya hampir tiap minggu Om Jay tidak ada dirumah tapi keliling dari kota dan di luar kota itu bahkan
luar pulau.
Kita semua punya rencana indah di tahun 2020 namun di negara Cina mulai merebak adanya virus dan kita mengeira bahwa
Indonesia tidak akan terkena virus tersebut karena masuk di daerah tropis iklimnya, dari makanan dan kebiasaan yang
dianggap bisa menolak virus atau mencegah datangnya virus ternyata tidak. Suka
tidak suka segala kegiatan di hentikan.
Pertengahan Maret beliau dan komunitas jalan ke kupang bersama Prof Wardiman bersama PGRI memberikan
seminar dan mengikuti diklat untuk bapak ibu guru di sana. Setelah itu beliau dan
Om Jay seakan kakinya terikat yang tidak lagi mengikuti kegiatan yang ada di
luar kota ataupun kegiatan secara luring.
Rupanya keadaan itulah yang menggerakkan Om Jay dengan inisiatifnya dengan
membuka kelas belajar menulis secara daring.
Belajar menulis bersama Om Jay
dan juga bukan kebetulan tapi merupakan kodratullah akhirnya Om Jay menggandeng
Bu Kanjeng. Bu Kanjeng untuk memilih memberi motivasi karena factor yang sudah usia 50 lebih tetapi masih
bisa melakukan atau semangat untuk menulis. Seperti yang Om Jay gembar-gemborkan untuk menulis setiap hari maka akan mengetahui apa yang akan
terjadi. Peserta alumni dari gelombang satu sampai 16 mereka yang mau belajar
sungguh-sungguh tidak hanya berburu sertifikat mendapatkan banyak ilmu,
mendapatkan pencerahan mereka seakan bangkit apalagi tuntutan itu akan
terus-menerus.
Itulah sharing yang dibagikan Bu Kanjeng dengan rasa syukur dan
juga rasa bangga dan berterima kasih sekali. Tarakhir beliau ucapkan
terimakasih untuk pikiran-pikiran yang
ada dari para kurator yang andal. Diantaranya Nur Habibah di Riau, Bu Rita dari Bali Pak Brian
yang sudah membuat judul buku, ada Bu Ely Komang
dan saat ini saya menggandeng Bu jawahir
dari kalimat. Kemudian ada juga Pak Suparno dari Makassar ada juga salah satu
kegiatan literasi yang ada di Wonosobo bukan guru tapi seorang penyuluh.
Itulah cara Bu Kanjeng untuk mengajak dan menggandeng
teman-teman untuk menulis. Rata-rata ada yang memang sudah biasa menulis ada
yang belum Tapi karena memang mereka punya hobi menulis yang terpendam di dalam
buku antologi sangat berwarna dan juga bisa membaca karakter tulisan dari para
peserta yang mengikuti antalogi.
Mungkin ada yang bertanya terutama yang hanya berburu sertifikat. Apakah
buku antalogi bisa di nilai kan ? itu berapa nilainya ? mereka tidak tahu bahwa
sebetulnya menulis antalogi adalah jembatan untuk menuju ke penulisan tunggal
atau juga untuk menambah wawasan sehingga kita akan mengetahui tulisan
teman-teman kita tidak hanya melihat tulisan atau dari buku yang kita baca. Jadi
mungkin dianggpnya antalogi itu nilainya hanya kecil sehingga tidak mau menulis. Menulis Antologi adalah
merupakan langkah awal bagi penulis pemula kmudian akan ketagihansehingga
berhasil menulis buku solo.
Alhamdulilah ilmu danpengalaman yang sangat menarik bagi kita pemula untuk bisa menulis dan menerbitkan buku sehingga dapat kita jadikan untuk sarana berbagi dan juga untuk bisa di gunakan untuk usul PAK dan akan mendapatkan nilai. Sungguh silaturahmi banyak manfaatnya kekuatan silaturahmi pun banyak mendatangkan manfaat dengan menulis dan berbagi.
Salam sehat salam literasi.
Gunungkidul, 11 Februari 2021
Wow...mantab..mbk atik..berbagi i ilmunya..mksh
BalasHapusSama-sama mbk
HapusMenyimsk dengan bail dan smbil.msnfaatnya
BalasHapusIya bunda..terimakasih
Hapus