Cari Blog Ini

Kamis, 11 November 2021

Strategi Menangkal Hoaks

 

Strategi Menangkal Hoaks



Rabu, 10 November 2021 merupakan kegiatan pelatihan ke-5 GMLD. Pada hari ini akan diberikan materi tentang strategi menangkal hoaks oleh Ibu Ibu Heni Mulyati, M.Pd. Beliau lahir di Cilacap, 11 Januari 1982, menamatkan pendidikan S1 dan S2 dari UNJ pada bidang bimbingan dan konseling. Ibu Heni adalah seorang pembicara handal atau narasumber dalam berbagai forum seminar, Pelatihan, konferensi, dan Kursus.

Dalam dunia kepenulisan, beliau tercatat sebagai Tim Penulis Buku Informatika untuk SMA kelas X, XI, dan XII penerbit Andi. Koordinator Tim Buku Panduan (Literasi Media: Kurikulum, Panduan Fasilitator, dan Panduan Materi Narasumber) bekerja sama dengan Internews dan didukung USAID

Jurnal ilmiah yang telah diterbitkan, antara lain:

Publikasi Jurnal Pelatihan Keterampilan Sosial untuk Mengatasi Kecemasan Sosial Pada Anak Menjelang Bebas di LPKA dalam Jurnal Edukasi (Jurnal Bimbingan dan Konseling) Vol. 6 Nomor 1 Januari 2020 dengan Nomor ISSN 2460-4917 (edisi cetak), dan (e-Journal) 2460-5794. tahun 2019

Publikasi jurnal: In Search of Indonesiaan-Based Digital Literacy Curriculum through TULAR NALAR.Penulis: S.I. Astuti, H. Mulyati, & G. Lumakto Presented at The 3rd Social and Humaniora Research Symposium 2020 (Sores 2020), Bandung, Indonesia, October 24. tahun 2020

Publikasi jurnal: Constructing TULAR NALAR: A Digital Literacy Curriculum for Specific Themes in Indonesia.Penulis: S.I. Astuti, H. Mulyati, & G. Lumakto Presented at the … masyaAllah begitu luar biasa Ibu Heni dengan segudang karya dan prestasinya.

Sebelum pemaparan materi, moderator Bapak Muladi mengingatkan agar para peserta membuat resume di akhir sesi. Membuat resume yang baik sebisa mungkin hindari plagiarism. Di sini adalah guru motivator literasi digital. Kitalah yang tahu apa dan bagaimana seharusnya bertindak dalam dunia digital. Salah satunya adalah mematuhi etika digita. Plagiarisme adalah salah satu pelanggaran etika di dunia digital. Oleh karena itu marilah kita hindari plagiarisme.

Kehadiran tehnologi digital disatu sisi banyak memberikan kebermanfaatan dalam berbagai sektor kehidupan. Kemajuan didunia industri digital telah membawa peradadapan manusia berkembang demikian pesat. Kehidupan bermasyarakat pun menjadi semakin terbuka. Informasi dengan mudahnya dapat di akses oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Informasi bukan barang langka. Dulu  ada satu pomeo "siapa yang menguasai informasi, dia menguasai dunia". Saat itu, akses terhadap informasi tertentu hanya milik orang-orang tertentu. Informasi menjadi barang berharga.

Sekarang terbalik, informasi demikian terbuka, siapa saja bisa memperoleh infromasi dengan mudah. Namun tantangannya, tidak semua informasi yang tersedia adalah informasi yang benar. Bahkan sering kali informasi yang benar harus "bersaing" dengan informasi yang tidak benar alias "Hoaks". limit benar dan salah menjadi sangat tipis, karena hampir-hampir kita tidak dapat membedakan mana informasi hoaks dan bukan hoaks.

Informasi hoaks sangat berbahaya. Informasi hoaks dapat menciptakan perpecahan, menurunkan reputasi seseorang, menimbulkan opini negatif, menimbulkan keraguan terhadap fakta (mengaburkan fakta), dan tentu saja sangat merugikan masyarakat. oleh sebab itu, kita harus berusaha menghindarkan diri dari infromasi hoaks. Pertanyaannya, bagaimana caranya?

Mari kita ikuti paparan menarik dari narasumber cantik dengan tema "Strategi menangkal hoaks”. Beliau adalah seorang ibu Muda berparas cantik dengan ilmu dan pengalaman seabrek. Berikut pemaparannya.



Ada tiga hal yang dibahas pada sesi kali ini.

Sesi 1 membahas tentang perkembangan era digital dan banjir informasi.

Sesi 2 mengenai hoaks, motif, jenis, ciri, dan dampaknya.

Sesi 3 membahas tentang tips periksa fakta secara singkat.

Dulu internet belum kita temukan seperti sekarang ini. Media informasi sangat terbatas. Ada TV, radio, dan koran cetak. Jika ingin menghubungi saudara atau teman kita ke wartel atau telepon umum yang menggunakan koin. kirim surat melalui pos dengan menggunakan perangko itupun menunggu balasan berhari-hari. Dulu saat menonton TV harus pakai aki itupun juga tidak semua orang memiliki dan terkadang berbondong-bondong menonton di rumah tetangga. Sekarang, semua saluran TV apa pun ada di genggaman. Bahkan banyak juga sosok-sosok yang menjadi milyarder karena mempunya channel Youtube sendiri.

Saat ini di belahan dunia manapun kita sekejap bisa mengetahui dan melihatnya. Semua berubah. Siapa pun bisa menjadi pembuat, penyebar, dan pengguna informasi. Perubahan teknologi juga berdampak pada masifnya informasi yang diterima. Banyak informasi yang beredar di grup percakapan, baik informasi yang serius ataupun tidak serius. Belum lagi banyaknya grup percakapan yang kita ikuti.

Bisa jadi bagi beberapa orang situasi ini tidak nyaman. Ketika banyak informasi yang hadir pada satu waktu.

Selain kemudahan yang diberikan oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, ada sisi lain yang perlu jadi perhatian bersama, yaitu peredaran hoaks di masyarakat.

Mafindo sendiri melakukan pemeriksaan fakta berdasarkan laporan yang masuk. Terdapat 2.298 hoaks selama tahun 2020. Dilihat dari temanya, politik dan kesehatan menduduki peringkat dua terbesar dibanding tema-tema lainnya. (sumber: Litbang Mafindo).

Dilihat dari saluran peredarannya, FB, WA, dan Twitter menjadi tempat dimana hoaks banyak beredar.

Itulah mengapa penting bagi kita untuk dapat membedakan mana hoaks atau bukan dengan memiliki kemampuan periksa fakta yang cukup.

Ada beberapa situasi yang perlu kita sadari terkait dengan banjirnya informasi ini. Yaitu:

1.       Era Post Truth

Istilah post-truth menggambarkan situasi ketika hoaks memiliki pengaruh yang jauh lebih besar dibandingkan fakta yang sebenarnya.

2.      Matinya kepakaran

Matinya kepakaran adlah suatu frasa yang menggambarakan ketidakpercayaan terhadap pendapat para pakar atau ahli, yang nota bene memiliki pendidikan ataupun sertifikat sesuai kapasitas ilmunya (nichois, 2008)

3.      Filter bubble dan echo chamber

Kita berada di ruang-ruang digital yang membuat kita berada dalam lingkaran yang sama. Ruang ini menyaring informasi yang masuk. Informasi yang disampaikan cenderung sama dan berulang.

Filter bubble mengacu pada data atau history pengguna. Misal kita suka produk belanja tertentu, maka produk itu muncul di beranda.

Echo chamber berdasarkan kesamaan informasi antar pengguna. Misalnya minat kita informasi olah raga, maka yang muncul di beranda adalah informasi olah raga.

Era post truth ditandai dengan ketika suatu fakta diberikan, seseorang cenderung tidak menerimanya. Hal ini lebih dikarenakan emosi yang dominan dan keyakinan pribadi.

Misal, kita sudah percaya dengan si A. Ketika si B memberitahu bahwa ada fakta lain tentang A, kita akan menyangkalnya. Kita sudah yakin si A pasti benar dengan apa pun yang disampaikan.

Matinya kepakaran situasi yang perlu kita waspadai. Banyak orang, terutama masa pandemi, memberikan gagasan namun bukan ahli di bidangnya.

Misal latar belakang A namun memberikan pandangan tentang bidang lainnya. Atau bukan ahli kesehatan, namun merasa paling tahu bidang kesehatan.

Ada hal lain yang perlu kita sadari, kita semua berada di gelembung-gelembung kelompok informasi. Misal, saya akan memblokir orang yang tidak sesuai dengan ide dan pemikiran saya. Dampaknya lingkaran kita terbatas pada orang-orang yang satu ide saja.

Ada hal lain yang perlu kita sadari, kita semua berada di gelembung-gelembung kelompok informasi. Misal, saya akan memblokir orang yang tidak sesuai dengan ide dan pemikiran saya. Dampaknya lingkaran kita terbatas pada orang-orang yang satu ide saja.

Misal latar belakang A namun memberikan pandangan tentang bidang lainnya. Atau bukan ahli kesehatan, namun merasa paling tahu bidang kesehatan.




Kita akan masuk pada bagian kedua, mengenai apa itu hoaks, motif, jenis, ciri, dan dampaknya.

 Hoaks sendiri dari asalnya sudah digunakan abad ke-17. Asal kata ‘hocus’. Hocus pocus, mirip dengan sim salabim di sulap. Dari sisi pengertiannya, hoaks adalah infomasi yang sesungguhnya tidak benar, tapi dibuat seolah-olah benar.



Mengapa masih ada yang percaya hoaks? Banyak alasannya. Ini beberapa di antaranya:

1.      Kemampuan literasi digital dan berpikir kritis yang belum merata

2.      Polarisasi masyarakat

3.      Belum cakap memilah informasi dan minimnya kemampuan periksa fakta



Ada banyak alasan seseorang menyebarkan hoaks. Salah satunya motif ekonomi. Ada orang-orang yang membuat situs tertentu yang isinya provokatif. Ketika orang mengunjungi situs tersebut, maka akan mendapatkan keuntungan ekonomi (click bait). Pembuat dapat uang, kita dapat perpecahan, debat, dan sebagainya.


Ada banyak motif lain yang perlu kita waspada bersama.

Ada tujuh misinformasi dan disinformasi yang dapat disimak pada tautan di bawah ini.

Misinformasi: informasi salah, penyebarnya tidak tahu kalau itu salah. Umumnya tidak disengaja.

Disinformasi ada unsur kesengajaan.

Simak tautan di bawah ini, sumber dari Youtube Mafindo:

https://www.youtube.com/watch?v=ojCpsFhmSS0

Berikut contoh hoaks yang mungkin kita pernah dapat. Ada yang namanya satire atau parodi, konten palsu, koneksi yang salah.

Contoh berikutnya konten yang menyesatkan, konten yang salah, konten tiruan, dan konten yang dimanipulasi.



Apa saja ciri-ciri informasi hoaks? Sumber informasi tidak jelas, biasanya bangkitkan emosi, kelihatan ilmiah namun salah, isinya sembunyikan fakta, dan minta diviralkan.

Mafindo rekomendasikan untuk sumber informasi gunakan rujukan media kredibel atau anggota Dewan Pers. Atau sumber dari lembaga resmi terkait.



Apa dampaknya? Akan timbul perpecahan dan saling curiga antara kita. Selain itu muncul kebingungan bedakan mana yang hoaks dan bukan.

Dapat pula membuat meninggal seorang karena terlalu percaya dengan informasi yang didapat. Karena percaya hoaks akhirnya terlambat penanganan medis.


Mari kita menonton video ini. Ini produksi Tular Nalar dari situs www.tularnalar.id

Video durasi lima menit dapat ditonton pada tautan di bawah ini.

https://www.youtube.com/watch?v=rX5z3PBmwtM


Setelah kita menonton tayangan tadi, narasumber memberikan beberapa cara cepat untuk periksa fakta. Bisa dilihat detail pada paparan.

Jika menerima informasi melalui WA, ini caranya untuk cek hoaks. Apabila bapak ibu ingin belajar lebih lanjut mengenai literasi digital, bisa ke www.literasidigital.id atau www.tularnalar.id. Bisa juga ke youtubenya Mafindo agar tahu hoaks terkini apa saja.

Ada tiga hal yang perlu dicek fakta: narasi, foto, dan video. Kalau kita mau ikutan sesi pelatihan ini, bisa ke sini.

Kelas Kebal Hoaks (KKH) Mafindo bekerja sama dengan Kominfo dan Siberkeasi. Gratis dan mendapat sertifikat. Pelatihan ini lebih detail teknis melakukan periksa fakta. Banyak praktik dan latihan. Ikuti juga IG @Siberkreasi atau @Turnbackhoaxid.



Demikian pemaparan materi pada hari ini. Marilah kita bijak gunakan media digital. Apa yang kita unggah akan meninggalkan jejak. Periksa dulu faktanya.

Berhati-hati dalam menerima informasi, saring dengan teliti dan pahami berita. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang menerima informasi dengan mentah tanpa tahu kebenaran informasi yang ada. Terimakasih Ibu Heni ilmu yang sangat bermanfaat.

Salam sehat, salam literasi tetap berkarya tebarkan manfaat. Berbagi itu indah berbagi tak kan pernah rugi.

#GMLD

Gunungkidul, 11 November 2021

4 komentar:

Tips Tulisan yang di Lirik Pembaca

Tips Tulisan yang di Lirik Pembaca