Cari Blog Ini

Kamis, 04 November 2021

Bahagia Menjadi Guru

 

Bahagia Menjadi Guru

 

Dok. Pribadi sebelum pandemi

Menjadi seorang guru adalah sebuah pilihan. Ku nikmati hari-hariku menjadi seorang guru dengan penuh suka cita. Saat mentari pagi yang mulai beranjak dari peraduan. Aku telah bersiap untuk melaksanakan tugasku. Aku bersyukur dapat menyaksikan indah ciptaan-Nya. Mentari yang menebar manfaat bagi semesta. Aku memang tak bersinar seperti mentari, tetapi aku ingin sepertinya. Kehadirannya selalu ditunggu dan selalu memberi manfaat.

Aku seorang guru biasa, namun aku ingin buat murit-muritku luar biasa. Diawali dengan menjadi guru honorer di salah satu sekolah swasta telah membuatku banyak mendapatkan pengalaman. Ada keasikan dan kepuasan tersendiri saat belajar bersama-murid-muridku. Bahagia dapat kurasakan saat melihat muridku mampu menerima apa yang aku ajarkan, menjawab pertanyaan yang mereka lontarkan, bahagia bisa bersamai mereka belajar, bisa berbagi cerita dengan mereka. Kebahagian yang tak terhingga bisa mendampingi muritku untuk mengikuti lomba dan mampu mencapai juara satu  tingkat kabupaten.

Ada kebahagiaan  lain yang tak dapat diukur denagn apapun. Seperti siang itu di jam ke-4 aku mengajarkan tentang asikntya belajar Al-Quran. Materi tentang surat Al-Maun di kelas lima. Seperti biasa sebelum aku jelaskan isi kandungan surat aku membaca dan di tirukan semua muritku kemudian satu-persatu mereka membaca. Setelah semua muritku membaca akupun mulai menjelaskan isi kandungan surat. Sebelum mengetahui isi kandungan surat anak-anak harus tahu terlebih dahulu arti atau terjemahan dari ayat satu sampai ayat terakhir.

“Coba siapa yang berani membaca Surat Al-Maun beserta artinya maju ke depan kelas ?” tanyaku pada murit-muritku.

“Saya, Bu Guru,” salah satu siswa langsung berani untuk membaca ke depan kelas.

“Sip … ayo, Umar kamu baca pelan-pelan agar teman kamu yang belum hafal bisa lebih memahaminya,” ucapku.

“Baik, Bu.” Dengan penuh semangat Umar membacakan Surat Al-Maun beserta artinya dengan lancar.

“Bagus, ayo yang lain, ada yang mau membacanya lagi?” tanyaku.

Tak ada tanda-tanda muritku yang lain akan mebacanya.

“Baiklah jika sudah tak ada lagi yang mau membaca. Ibu akan jelaskan ya!” ucapku.

“Iya, Bu.” dengan kompak murid-muridku menjawabnya.

Ayat demi ayat aku jelaskan. Sampai pada isi kandungan surat. Akupun berikan kesimpulan.

“Dalam surat Al-Maun Allah jelas menyebutkan bahwa Allah melaknat orang yang menghardik anak yatim, menelantarkan orang miskin dan juga menunaikan sholat dengan lalai dan riya atau tidak disertai dengan niat karena Allah. Dari peringatan ini tentu kita sebagai hamba Allah yang selalu mengharapkan ridho dan ampunan Allah, akan selalu senantiasa menjauhi diri dari hal tersebut,” jelasku.

Setelah aku jelaskan akupun ajukan pertanyaan pada seluruh muridku Jika belum jelas aku beri kesempatan untuk bertanya.

“Bagaimana anak-anaku, sudah jelas belum penjelasan dari Ibu?”  tanyaku.

“Sudah,Bu.” jawab salah satu muridku.

“Saya, Bu,” timpal murid yang lain.

“Silahkan. Dika.Apa yang ingin kau tanyakan, Nak.”  Aku persilahkan Dika unuk bertanya.

“Begini, Bu. Apa yang di maksud Riya’? tanya Dika.

Segera aku jawab pertanyaan Dika.

“Riya adalah sifat yang sangat di benci Allah SWT. Perbuatan ini digambarkan sebagai seseorang yang melakukan suatu amalan yang bertujuan pamer. Di mana agar bisa dilihat oleh manusia lainnya” jelasku.

“Sudah jelas belum, Dika? Jadi hati-hati dengan perbuatan kita. Dalam setiap perbuatan dan amalan kita niat hanya karena Allah bukan untuk mengharapkan pujian,” tanbahku.

“Iya, Bu.Jelas.” Jawab semua murid-muridku.

Sebelum aku tutup pelajaran hari itu akupun memberikan kesimpulan serta tugas yang harus di kerjakan murit-muritku. Aku senang melihat muritku bisa memahami apa yang aku sampaikan. Bel berdering pertanda jam pelajarnku telah usai. Akupun menutup pelajarn denagn doa dan salam.

Saat aku berjalan keluar kelas, tiba-tiba Sinta mengikutiku dan bertanya padaku.

“Ibu, bagaimana jika kita mengamalkan isi kandungan ayat dengan menyisakan uang jajan kami untuk di berikan pada Triyani. Dia kan ayahnya sudah meninggal Bu, adik-adiknya juga masih kecil,” pinta Sinta.

“MasyaAllah, Nak. Sungguh mulia hatimu,”ucapku.

Akupun menyetujui dan mengapresiasi usul dari Sinta. Aku minta dia yang mengkoordinasi teman-temannya untuk menyisihkan sedikit uang jajan mereka dan setelah terkumpul akan di bawa ke rumah Triyani.

Kebahagiaan yang berlebih saat apa yang aku sampaikan bukan hanya di mengerti dan dipahami murid-muridku namun dapat di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.


#KamisMenulis

#SahabatLagerunal

Gunungkidul, 4 November 2021

 

13 komentar:

  1. Keren. Anak-anak hebat. Begitu mendaoatkan ilmu, langsung diparaktikkan. Kita juga perlu belajar dari anak-anak dalam hal ini.

    BalasHapus
  2. Bagus juga alur tulisannya, hanya yang ingin saya kasih saran, untuk penulisan murid itu yang benar pakai d, bukan t. Itu saja, makasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Pak Rizky, sudah di ingatkan.. sudah saya edit.

      Hapus
  3. Hebat. Sebuah pembelajaran yang langsung dipraktekkan/direspon oleh peserta didik dengan baik.
    Semoga niat baik peserta didik Bu Atik telah dicatat sebaai amal ibadah olah Allah.
    Terimakasih sudah berbagi pengalaman Bu
    Sehat selalu

    BalasHapus
  4. Subhanallah. Senang sekali diajar sama guru yang hebat ini.

    BalasHapus
  5. Bahagianya bila diri sudah menginspirasi murid2 kita untuk berbuat kebaikan..

    BalasHapus
  6. Masya Allah, anak-anak luar biasa. Sesuatu yang disampaikan dari hati akan sampai ke hati. Terimakasih inspirasinya.

    BalasHapus
  7. Sita Masya Allah. Semoga banyak yang meniru

    BalasHapus

Tips Tulisan yang di Lirik Pembaca

Tips Tulisan yang di Lirik Pembaca