Bahagia Menjadi Guru
Menjadi seorang guru adalah sebuah pilihan. Ku nikmati hari-hariku
menjadi seorang guru dengan penuh suka cita. Saat mentari pagi yang mulai
beranjak dari peraduan. Aku telah bersiap untuk melaksanakan tugasku. Aku
bersyukur dapat menyaksikan indah ciptaan-Nya. Mentari yang menebar manfaat
bagi semesta. Aku memang tak bersinar seperti mentari, tetapi aku ingin
sepertinya. Kehadirannya selalu ditunggu dan selalu memberi manfaat.
Aku seorang guru biasa, namun aku ingin buat murit-muritku luar
biasa. Diawali dengan menjadi guru honorer di salah satu sekolah swasta telah
membuatku banyak mendapatkan pengalaman. Ada keasikan dan kepuasan tersendiri
saat belajar bersama-murid-muridku. Bahagia dapat kurasakan saat melihat
muridku mampu menerima apa yang aku ajarkan, menjawab pertanyaan yang mereka
lontarkan, bahagia bisa bersamai mereka belajar, bisa berbagi cerita dengan
mereka. Kebahagian yang tak terhingga bisa mendampingi muritku untuk mengikuti
lomba dan mampu mencapai juara satu tingkat
kabupaten.
Ada kebahagiaan lain yang
tak dapat diukur denagn apapun. Seperti siang itu di jam ke-4 aku mengajarkan
tentang asikntya belajar Al-Quran. Materi tentang surat Al-Maun di kelas lima.
Seperti biasa sebelum aku jelaskan isi kandungan surat aku membaca dan di
tirukan semua muritku kemudian satu-persatu mereka membaca. Setelah semua
muritku membaca akupun mulai menjelaskan isi kandungan surat. Sebelum
mengetahui isi kandungan surat anak-anak harus tahu terlebih dahulu arti atau
terjemahan dari ayat satu sampai ayat terakhir.
“Coba siapa yang berani membaca Surat Al-Maun beserta artinya maju
ke depan kelas ?” tanyaku pada murit-muritku.
“Saya, Bu Guru,” salah satu siswa langsung berani untuk membaca ke
depan kelas.
“Sip … ayo, Umar kamu baca pelan-pelan agar teman kamu yang belum
hafal bisa lebih memahaminya,” ucapku.
“Baik, Bu.” Dengan penuh semangat Umar membacakan Surat Al-Maun beserta
artinya dengan lancar.
“Bagus, ayo yang lain, ada yang mau membacanya lagi?” tanyaku.
Tak ada tanda-tanda muritku yang lain akan mebacanya.
“Baiklah jika sudah tak ada lagi yang mau membaca. Ibu akan
jelaskan ya!” ucapku.
“Iya, Bu.” dengan kompak murid-muridku menjawabnya.
Ayat demi ayat aku jelaskan. Sampai pada isi kandungan surat. Akupun
berikan kesimpulan.
“Dalam surat Al-Maun Allah jelas menyebutkan bahwa Allah melaknat
orang yang menghardik anak yatim, menelantarkan orang miskin dan juga menunaikan
sholat dengan lalai dan riya atau tidak disertai dengan niat karena Allah. Dari
peringatan ini tentu kita sebagai hamba Allah yang selalu mengharapkan ridho
dan ampunan Allah, akan selalu senantiasa menjauhi diri dari hal tersebut,”
jelasku.
Setelah aku jelaskan akupun ajukan pertanyaan pada seluruh muridku
Jika belum jelas aku beri kesempatan untuk bertanya.
“Bagaimana anak-anaku, sudah jelas belum penjelasan dari Ibu?” tanyaku.
“Sudah,Bu.” jawab salah satu muridku.
“Saya, Bu,” timpal murid yang lain.
“Silahkan. Dika.Apa yang ingin kau tanyakan, Nak.” Aku persilahkan Dika unuk bertanya.
“Begini, Bu. Apa yang di maksud Riya’? tanya Dika.
Segera aku jawab pertanyaan Dika.
“Riya adalah sifat yang sangat di benci Allah SWT. Perbuatan ini
digambarkan sebagai seseorang yang melakukan suatu amalan yang bertujuan pamer.
Di mana agar bisa dilihat oleh manusia lainnya” jelasku.
“Sudah jelas belum, Dika? Jadi hati-hati dengan perbuatan kita. Dalam
setiap perbuatan dan amalan kita niat hanya karena Allah bukan untuk mengharapkan
pujian,” tanbahku.
“Iya, Bu.Jelas.” Jawab semua murid-muridku.
Sebelum aku tutup pelajaran hari itu akupun memberikan kesimpulan
serta tugas yang harus di kerjakan murit-muritku. Aku senang melihat muritku
bisa memahami apa yang aku sampaikan. Bel berdering pertanda jam pelajarnku
telah usai. Akupun menutup pelajarn denagn doa dan salam.
Saat aku berjalan keluar kelas, tiba-tiba Sinta mengikutiku dan
bertanya padaku.
“Ibu, bagaimana jika kita mengamalkan isi kandungan ayat dengan menyisakan
uang jajan kami untuk di berikan pada Triyani. Dia kan ayahnya sudah meninggal Bu, adik-adiknya juga masih kecil,” pinta Sinta.
“MasyaAllah, Nak. Sungguh mulia hatimu,”ucapku.
Akupun menyetujui dan mengapresiasi usul dari Sinta. Aku minta dia
yang mengkoordinasi teman-temannya untuk menyisihkan sedikit uang jajan mereka
dan setelah terkumpul akan di bawa ke rumah Triyani.
Kebahagiaan yang berlebih saat apa yang aku sampaikan bukan hanya
di mengerti dan dipahami murid-muridku namun dapat di praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.
#KamisMenulis
#SahabatLagerunal
Gunungkidul, 4 November 2021
Keren. Anak-anak hebat. Begitu mendaoatkan ilmu, langsung diparaktikkan. Kita juga perlu belajar dari anak-anak dalam hal ini.
BalasHapusIya Bu, sendng rasa hati tak terkira
HapusBagus juga alur tulisannya, hanya yang ingin saya kasih saran, untuk penulisan murid itu yang benar pakai d, bukan t. Itu saja, makasih.
BalasHapusTerimakasih Pak Rizky, sudah di ingatkan.. sudah saya edit.
HapusHebat. Sebuah pembelajaran yang langsung dipraktekkan/direspon oleh peserta didik dengan baik.
BalasHapusSemoga niat baik peserta didik Bu Atik telah dicatat sebaai amal ibadah olah Allah.
Terimakasih sudah berbagi pengalaman Bu
Sehat selalu
Aamiin... Terimakasih Pak Indra
HapusSubhanallah. Senang sekali diajar sama guru yang hebat ini.
BalasHapusTerimakasih Pak...
BalasHapusBahagianya bila diri sudah menginspirasi murid2 kita untuk berbuat kebaikan..
BalasHapusAamiin..terimksih Ambu
HapusMasya Allah, anak-anak luar biasa. Sesuatu yang disampaikan dari hati akan sampai ke hati. Terimakasih inspirasinya.
BalasHapusTetimkasih Bund ...
HapusSita Masya Allah. Semoga banyak yang meniru
BalasHapus