Kulepas Engkau dengan Iklas
Merelakan seseorang yang sangat berarti dalam hidup adalah sesuatu
yang sulit dilakukan. Ada perasaan sedih yang teramat dalam dan disertai rasa sepi
yang berkecamuk dalam jiwa. Semua perasaan yang rumit itu seakan mengisyaratkan
bahwa kita sedang merasa kehilangan.
Setiap orang pasti pernah mengalami perasaan kehilangan. Rasa
kehilangan terjadi ketika adanya kehampaan dalam hidup, sejak seseorang tak
lagi bersamanya. Namun sebesar apa rasa kehilangan setiap orang juga berbeda.
Begitu pula dengan penyebab seseorang kehilangan. Kehilangan yang tiba-tiba
membuat rasa kehilangan itu begitu sangat mengagetkan terasa begitu dalam.
“ Sudahlah iklaskan , semua sudah takdir “.
Itulah kata-kata semua orang yang aku dengar. Mereka tak mengalami
apa yang aku alami dan rasakan. Mudah saja mereka berkata seperti itu. Tapi aku
tidak semudah itu melepaskannya, mengiklaskan kepergiannya bukan perkara yang
mudah. Aku butuh waktu untuk mnerima semua ini.
Kejadian minggu pagi itu telah merenggut suamiku. Suamiku pergi tanpa
pesan dia pergi begitu cepat. Mobil rombongan yang membawanya dalam acara
hajatan tetanggaku mengantarkannya untuk pergi selama-lamanya. Derai air mata
dan sesak didada tak bisa aku hindari. Bumi terasa berhenti berputar dan akupun
hanya membisu. Tak peduli omongan orang lain tak peduli nasehat mereka. Aku hanya
ingin menikmati kesendirianku bersama bayang-bayangnya.
Gara-gara pembunuh itu, suamiku pergi dan biarkan aku kesepian. Ya,
aku menganggap tetanggaku yang punya hajat itu adalah seorang pembunuh. Aku
benci dia dan semua keluarganya aku benci mereka. Andai saja keluarga itu
menerima saran dari sesepuh desa untuk melaksanakan hajatan itu dengan melakukan kebiasaan yang selalu dilakukan di
kampungku tentu tidak akan terjadi kecelakaan itu.
Itulah yang kurasakan setelah kepergian suamiku. Butuh waktu lama
aku untuk bisa bangkit berdiri dan berjalan. Hidup harus terus berjalan dan berkat
kesabaran orang-orang terdekatku akupun bisa sadar dari mimpi buruk ini. Lambat
laun aku menyadari kesalahnaku dengan menganggap tetanggaku sebagai pembunuh. Aku
maafkan mereka aku serahkan semua pada-Nya..
Allah mengambil suamiku namun Allah gantikan dengan kasih sayang-Nya
lewat orang-orang yang hadir memberikan cinta dan kasih sayang yang tulus. Hanya
orang-orang yang tulus yang mampu tetap bertahan berada di dekatku. Memberikan
perhatian support dan doa.
Allah memberikan ujian berupa kehilangan pada ku untuk mengajarkan
hikmah didalamnya. Dari kehilangan aku tau arti dari perjuangan, arti dari
bersyukur dan menghargai. Dulu aku tipe istri yang manja apapun suamiku selalu
membantu pekerjaanku tak ingin aku terlalu lelah dia begitu perhatian dan
selalu buatku tersenyum bahagia.
Kini apapun pekerjaanku aku selesaikan sendiri, tanpa ada yang
membantuku termasuk mendidik dan bersamai dua orang buah hatiku. Aku jadi Wanita
yang mandiri dan kuat. Walau memang aku akui aku sangat lelah dan
merindukannya. Tanpa sadar aku menyebut namanya.
[Yaah pulanglah, apa kau tak kasihan melihat aku disini sendiri
mengurus semuanya]
Sementara anak gadisku yang beranjak remaja pun mendengar apa yang
aku katakan.
“ Ma, ayah sudah tidak ada, ayah sudah di syurga, ayah tidak bisa
pulang”, ucap anakku.
Kulihat air matanya menetes
dipipinya. Akupun memeluknya.
“Iya nak ayah sudah tenang disana, maafkan Mama ya, harusnya Mama
tidak seperti itu”. Kembali aku terisak dan menahan semua kerinduan ini. Aku
iklas ya Rabb.
#Tugas-Keempat
#KelasCerpen
#TemaKehilangan
Gunungkidul, 26 Juni 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar