Hampir 3 thun terakhir kita tidak melaksanakan aktivitas di luar berkerumun dan menyangkut banyak orang. Keadaan yang membuat kita harus menahan untuk tidak beraktivitas di luar. Pandemi membatasi kita melalukan hal tersebut. Setelah di perbolehkannya untuk beraktivitas maka banyak orang yang mulai melaksanakan refresing. Tak ketinggalan anggota Koperasi Mekar Gedangsari memutuskan untuk bisa refresing bersama. Sekitar 250an anggota koperasi yang terdiri dari guru SD, TK dan juga karyawan dan karyawati mengikuti kegiatan tersebut.
Sarangan dan lawu park adalah tujuan kami. Terdiri dari 4 Bus pariwisata berangkat tepat puku 07.30 WIB dan sampai lokasi Sarangan pukul 11.15. Kami di suguhkan pemandangan waaw..masyaAllah begitu indah. Sejuk nyaman dan lelah hilang seketika. Di balik keindahan telaga sarangan ternyata ada kisah yang begitu menyedihkan konon katanya ada pasangan suami istri yang hidup pada zaman kerajaan pengging. Saat perang antara kerajaan pengging dan mataram pecah, Ki Pasir dan Nyi Pasir keluar kerajaan karena tidak ingin terkena akses peperangan. Ketika tiba di daerah Surakarta di tepi Bengawan Solo, pasangan suami istri ini bertemu bocah laki-laki berumur sekitar 10 tahun. Bocah tanpa ayah dan ibu kemudian di angkat sebagai anak.
Sampailah mereka di kaki gunung lawu. Mereka membabat alas dan bercocok tanam disana. Saat istrinya sedang tidak bersamanya Ki Pasir menemukan dua butir telur. Satu telur ia rebus dan yang satunya ia kubur. Ia membelah telur yang di rebus, setengah ia makan dan setengahnya lagi ia sisakan untuk istri.
Beberapa saat setelah makan tiba-tiba ia rasakan ada keanehan. Sekujur tubuhnya terasa gatal. Kemudian ia mencari telaga untuk ia mandi dan berendam. Ia tetap merasakan gatal. Ketika istrinya datang kembali dan tak di dapati suaminya. Kemudian ia makan sebagian telur yang di sisakan suaminya. Hal yang sama dirasakan oleh Nyi pasir. Suami istri sama-sama merasakan gatal dan saat mereka saling menatap terlihat wajah yang menyerupai naga. Badan mereka kibas-kibaskan sampai akhirnya membentuk kubangan. Pohon-pohon roboh dan kubangan itu semakin lebar dan dalam. Sampai akhirnya Ki Pasir dan Nyi Pasir meninggal di sana. Itulah sedikit kisah dari awal mula terbentuknya telaga Sarangan.
Sekarang telaga sarangan menjadi destinasi wisata yang banyak di kunjungi dan sudah banyak bangunan-bangunan di sekitar telaga.
Di sini kita bis naik kuda dan berkeliling melihat indahnya pemandangan di sekitar telaga Sarangan. Atau bisa juga kita naik skeetbort, rasakan sensasinya. Pasti di jamin kita puas.
Setelah puas melihat pemandangan rombangan segera makan siang dan salat duhur. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Lawu Park. Tak lupa saya membeli oleh-oleh khas Sarangan yaitu bunga Anggrek dan juga makanan khas di sini.
Demikian sedikit saya ceritakan perjalan ke Sarangan, terimakasih telah bersamai dan membacatukisan sederhana ini. Tunggu cerita selanjutnya ya.. . Salam sehat salam literasi tet ap semangat dan terus berkarya.
#lombablogpgri
#menulissetiaphari
Day15
Gunungkidul, 25 Juni 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar