Cari Blog Ini

Kamis, 09 Juni 2022

Aku Hanya Kangen Ayah

Namaku Maulidia, Ayah dan Ibuku memanggilku Lidia. Aku bangga memiliki seorang Ayah yang penyayang, Ayah sosok yang sangat aku kagumi. Ayah selalu membuatku tenang dan nyaman ketika Ibuku memarahiku atau menginginkan aku ini itu yang terkadang aku tak suka dan aku harus melakukanya. Di balik sifat Ibuku sebenarnya dia juga seorang ibu yang penyayang. Ibu hanya ingin aku jadi anak yang baik, penurut dan kelak bisa jadi anak yang sukses.

Ibuku hanya ibu rumah tangga, semenjak menikah dengan Ayah maka Ayah melarang Ibuku untuk bekerja keluar. Kata Ayah syurga Ibuku hanya di rumah mengurus dan mencukupi segala yang aku, adik dan Ayah  butuhkan. Ibuku pun menuruti kata Ayah, namun terkadang saat rasa lelah bekerja seharian di rumah tanpa melihat dunia luar ibuku merasa capek dan bosan. Hingga terkadang  dengan menggunakan nada tinggi.heee.

Ayahku sangat memahami Ibuku. Saat hari Sabtu Ayah tidak masuk kerja maka Ayah pasti mengajak jalan-jalan kami walau hanya di batas kota melihat matahari terbebam atau taman kota yang berada di tengah kabupaten tempat tinggalku. Disana di tempat itu walau hanya makan bakdo bakar atau beli pecel dan bala-bala namun kami sangat bahagia menikmati kebersamaan itu. Ibuku pun begitu bahagia saat setelah kita makan sederhana itu lalu di ajak naik becak mini kami sangat bahagia. 

Keadaan itu tidak berlangsung lama. Hingga di hari Minggu saat Ayah akan menghadiri acara nikahan tetangga yang kebetulan menggunakan mobil pribadi yang di bawa oleh salah seorang tetangga mengalami kecelakaan. Sempat Ayah di bawa ke rumah sakit namun Ayah tidak tertolong.

Seketika hari gelap, aku melihat Ibuku terdiam membisu dan tanpa air mata. Banyak orang yang memelukku juga Ibuku serta adiku yang saat itu baru berusia satu tahun. Aku manangis dan sangat sedih.  Hari demi hari ibuku selalu murung. Tak banyak Ibu bersuara apalagi bisa tertawa. Aku juga sedih, Ibuku. Berubah drastis. Aku pun juga  banyak diam. Semangat yang dulu membara saat masih  bersama Ayah. Kini sperti meredup. Aku sangat bersedih bahkan aku sempat protes  bahwa hidup tidak adil.

Tak ada lagi yang bisa ajak kami jalan-jalan. Tak ada lagi yang buat kami merasa anan dan nyaman. Saat kelas 4 SD yang saat itu aku benar-benar masih menginkan  sosok seorang Ayah. Mendengar tangis adiku aku tambah sedih, sakit dan perih. Ayaah... Tenanglah disana doa terindah untukmu. Aku kangen Ayaaah... Aku kangeen.

 # tantangankamismenulis
#sahabatLagerunal.
Gunungkidul, 9 Juni 2022

11 komentar:

  1. Ini true story atau cerpen mba,. hehehe. Masih ada hubungannya dengan masa kecil kok tapi bukan mba Atik ya

    BalasHapus
  2. Yang sabar ya Maulidia.
    Al Fatihah untuk Ayahanda.

    BalasHapus
  3. Keren...tulisannya sangat menginspirasi.

    BalasHapus
  4. Ikut berduka cita, ditinggal ayah memang sangat sakit krn kehilangan org yg sangat dekat sbg sosok pelindung, dan pengayom kita. Semoga kisah masa kecil yg sedih digantikan dg kebahagiaan di masa kini..

    BalasHapus
  5. Tutur berduka Bun. Dulu saat abah saya wafat saat usia saya menginjk bangku SMP. Dan saya bersyukur karna pernah merasakan kebersamaan dengan y. Sejak Abah wafat saya tidak pernah bisa bermimpi tentang baliau meski rindu didada membuncah, namun dengan membangun dan mengingat semua kenangan indah bersamanya serasa rindu terobati.
    Hilng semua duka jika mengenang Abah. Yang ada hanya senyuman dan kebanggaan serta rasa syukur. Semoga ayah y ibu penukis pendapatan tempat yang indah ya Bu . Aamiin . Maaf jadi curhat hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Bu Ovi ...kls. Empat SD.. bagiku masuh sangat sangat membutuhkan sosok Ayah. Ya hanya datang ke pusaranya d as n mendoakan setiap saat dapat sedikit mengobati rasa rindu ini

      Hapus

Tips Tulisan yang di Lirik Pembaca

Tips Tulisan yang di Lirik Pembaca