Cari Blog Ini

Kamis, 03 September 2020

Goresan Pena Untuk Ibu

 Goresan Pena Untuk Ibu


Oleh : Sumarjiyati,S.Pd.I

Saat anak-anak telah lelap tertidur setelah seharian aku tinggalkan untuk bekerja kulihat wajah kedua buah hatiku, tak terasa air mataku menetes. “Nak maafkan ibu yang tidak setiap saat bisa membersamai kalian di rumah”. Bisikku lirih. Ingin sekali aku menjadi seorang ibu yang selalu ada buat kalian dari pagi sampai malam dari kau buka mata sampai kalian tertidur lagi. Namun keinginan itu tidak dapat aku raih karena ibu harus bekerja nak. Ya..ibu harus bekerja sebagai guru, profesi yang dari kecil ibu cita-citakan. Teringat sosok seorang ibu yang sabar membersamiku sampai aku bisa meraih apa yang aku cita-citakan.

Ku buka album biru, lembar demi lembar aku buka, kudapati fotoku bersama bapak ibu dan juga adikku. Ada rasa rindu yang berkecamuk di dada ingin aku rebahkan kepalaku di pangkuan ibuku seperti saat itu ingin kurasakan dekapan hangat ibuku. Saat dimana aku merasa lelah setelah bermain dan selesai mengerjakan tugas sekolahku. Kau elus rambut panjangku dan kau menceritakan  masa-masa kecilmu,  masa perjuanganmu bersama nenek,  masa sekolahmu di jaman dulu  yang penuh dengan tantangan. Dari kisah itu kau mengajari arti sebuah perjuangan dan kerja keras.

Tak pernah kudapati kau mengeluh dengan semua yang menimpamu, kau sosok seorang ibu yang kuat dan tangguh. Seorang ibu yang harus merawat, mendidik dan membesarkan ke tujuh anak-anakmu. Dari ketujuh anakmu dua di antaranya anak laki-laki, lima yang lain adalah perempuan. Bersyukur dengan banyak saudara kami di ajarkan ibu untuk saling bahu membahu dalam menyelesaikan tugas rumah.

 Kau besarkan kami dengan penuh cinta. Tak sekalipun aku dapati kau marah padaku jika aku melakukan kesalahan kau dekati aku, kau nasehati dengan lemah lembut. Sejak ku mulai beranjak remaja kau bagai teman yang mampu memahami hati ku  kau tempatku untuk membagi cerita indahku di masa itu.ooh ibu.. aku kangen dengan semua itu. Saat aku belajar kau menemaniku dengan sabar kau ajari aku untuk melakukan puasa sunah senin  kamis.

” Nak.. puasa itu menenangkan hati, menjauhkanmu dari emosi, jika hati tenang kau akan dapat berfikir dengan tenang dan tidak grusah-grusuh (istilah jawa ), jika bisa berpikir dengan tenang kau akan mampu melakukan apapun dengan lanacar. Raih cita-citamu nak.. bersabarlah dengan berlatih puasa”. Nasehatmu kala itu. Juga kau sampaikan pada ku dan  selalu terngiang kata-katamu “ Nak sebagai seorang perempuan kamu harus  mempunyai penghasilan paling tidak untuk membantu suamimu  membeli jajan anakmu dan setidaknya jika kamu punya keinginan untuk membeli sesuatu kamu bisa membelinya dengan uang hasil jerih payahmu, tidak perlu menunggu ataupun meminta pada suamimu “.

Dari sana kami di bekali ketrampilan untuk berjualan kecil-kecilan kami di ajari membuat keripik dari sinkong hasil dari kebun  dan juga membuat es lilin untuk di jual di titipkan di warung dekat rumah. Alhamdulilah aku dan adikku merasa punya tanggung jawab setelah kripik yang di buat ibu tugas ku adalah membungkusnya, tentu aku sudah di ajari ibu bagaimana cara membungkusnya dengan ukuran  plstik kecil  saat itu seharga 200 rupiah. Nominal yang sangat kecil namun kami bisa belajar untuk mendapatkan uang. Dari hasil penjualan kripik itu aku dan adiku menerima sedikit hasilnya. Aku dan adikku sedikit demi sedikit bisa menabung.

Aku  bertambah semangat untuk mengumpulkan uang dari hasil penjualan keripik singkong dan es lilin tersebut. Aku  tidak malu untuk membantu ibu. Sesekali aku dapati teman sepermainanku bermain dan selalu bisa membeli apa yang dia inginkan. Rumah kami berdekatan sehingga setiap hari selalu melihat apa yang dia bawa saat bermain. Dia bisa membawa mainan dan juga snack ringan yang dia beli di toko. Aku dan adiku tidak jarang juga pingin seperti dia. Bisa jajan  setiap hari dengan makanan-makanan yang enak. Haaah jika teringat hal itu,sedih rasanya.

Untuk membeli mainan-mainan sangat tidak mungkin bagi aku dan adiku, untuk bisa jajan setiap haripun kami jarang. Jika sudah makan kami sudah cukup. Jika punya makanan lain pasti Ibu yang membuatkan makanan itu. Jadi kami tidak di biasakan jajan di warung. Itu mungkin karena keadaan orang tua kami yang hanya seorang pegawai biasa di  Dinas Kesehatan, dan ibu yang hanya seorang ibu rumah tangga dan juga petani namun tidak memiliki sawah ataupun kebun yang luas. Petani hanya sekedar meneruskan merawat lahan pertanian milik nenek yang tidak seberapa luasnya. Jadi ibu harus mampu untuk mengelola keuangan agar bisa cukup sampai akhir bulan untuk membiayai ketujuh anaknya. Kebetulan saat itu dua orang anak ibu sudah berkeluarga. Jadi mungkin bisa sedikit mengurangi beban ibu dan bapak untuk biaya hidup.

Mengingat keadaan ekonomi keluarga, Setelah kakak kakakku menyelesaikan sekolah tingkat atas mereka tidak melanjutkan kuliah, namun mereka mencari pekerjaan dan ada juga yang membuka usaha. Begitu juga dengan diriku, walau dalam hati sebenarnya ingin sekali aku melanjutkan sekolah untuk menggapai cita-citaku. Namun aku harus relakan semua, akupun setelah selesai menamatkan sekolahku di Madrasah Aliyah Negeri saat itu harus mengikuti jejak kakak untuk  mencari pekerjaan di kota. “Bu.. aku minta maaf aku harus pergi ke kota untuk mencari pengalaman ya..,pamitku pada ibu “. Ya..nak berangkatlah ibu rela ibu restui langkahmu semoga Allah meridhoi, niatkan selalu setiap pekerjaan yang kau lakukan untuk beribadah kepada Allah, jangan putus asa, berjuanglah semoga tahun ini belum bisa kuliah tapi nanti kau bisa nak, tiada yang tidak mungkin jadi tetaplah berdoa ya, ibu juga akan selalu mendoakanmu”. Tak kuasa aku mendengar kata-kata ibu akupun jatuh dalam peluknya dan menangis, antara keinginan dan kenyataan yang tidak bisa aku lakukan karena keadaan juga karena terharu dengan doa dan harapan ibu.

 Ibu pun minta maaf  karena tidak mampu untuk mebiayai aku  kuliah. Dalam hati kecil seorang ibu pasti ia juga ingin menyekolahkan anaknya sampai bisa mencapai cita-cita. Keadaanlah yang membuat ibu belum mampu membiayai sekolahku. Ibu...ku bulatkan tekad, ku langkahkan kakiku untuk mencari pengalaman merantau jauh dari ibu, bisilahirahmannirrahim.. Akupun berangkat ke kota, tidak menunggu lama akupun bisa di terima bekerja sebagai karyawan pabrik, saat-saat pertama aku bekerja rasanya aku tidak kuat namun aku selalu ingat dengan kata-kata ibuku, aku harus berjuang tidak boleh putus asa.

 Hari-hari berlalu dan rasa kangen akan kehangatan sosok ibu dan kampung halaman pun menghinggapi perasaanku. Rasa kangen itu hanya bisa aku sampaikan lewat sepucuk surat untuk ibu tercinta.

Teruntuk ibuku tersayang

Assalamu’alaikum ibu..apa kabar ? Semoga bapak ibu juga adik selalu dalam keadaan sehat. Alhamdulilah buk anakmu dalam keadaan baik dan sehat. Bu.. berkat doa ibu aku sudah mendapatkan pekerjaan. Doakan selalu anakmu buk..untuk sabar dan kuat jalani semua. Ibu..aku kangen..masakan ibu aku kangen belaian lembut ibu aku kangen semuanya buk..Di sini anakmu selalu mengharapkan doamu. Alhamdulilah buk aku mendapatkan teman-teman yang baik yang selalu membantuku selalu menemaniku untuk mengisi hari-hari anakmu.

Tunggu anakmu pulang ibu.. saat dimana aku sudah tidak manja lagi saat aku sudah tambah dewasa. Ibu pasti tersenyum bangga melhatku semakin mandiri. Terimakasih ibu untuk semuanya.

Salam sayang anakmu.

Hari-hari berlalu sampai dua tahun aku merantau di kota, dari uang hasil kerjaku setiap bulannya aku sisihkan untuk di tabung. Aku bertambah semangat untuk mengumpulkan uang berharap jika sudah terkumpul uang tersebut bisa sedikit membantu orangtuaku untuk melanjutkan kuliah ku nanti. Tak jarang aku menahan keinginan untuk membeli sesuatu demi segera terkumpul uang untuk biaya kuliah nanti. Setiap rasa kangen menghinggapi aku selalu menulis surat untuk ibu.

Suatu Ketika bapak memberi kabar dan memintaku untuk pulang. Aku kaget namun ada sedikit rasa senang. Bapak menyampaikan bahwa di sekolah dasar di kampung membutuhkan guru. “Apakah ini jalan ku untuk menggapai  harapan dan impianku? pikirku “. Akupun mulai berfikir dan segera memutuskan. Akhirnya setelah aku meminta petunjukNya dan juga meminta pendapat teman serta saudara maka aku putuskan untuk pulang kampung dan meninggalkan pekerjaanku.

“Ibu… aku pulang.. teriakku setelah aku sampai di halaman rumahku, pelukan hangat ibuku menyambut kedatanganku. Bahagia luar biasa aku rasakan saat itu seperti mimpi aku merasakan kehangatan ibu setelah sekian lama aku tidak merasakannya. Seperti enggan untuk melepaskan kehangatan itu. Damai   dan nyaman aku rasakan. Perlahan aku lepaskan. Ibu..aku pulang aku akan menggapai cita-citaku ibu “. Senyum indah ibuku menyapa..dan ibu berkata, "Iya nak..impianmu jadi guru akan segera terwujud kau harus memulai menyesuaikan dengan tugasmu nanti, kamu harus banyak belajar ya, doa Ibu akan selalu menyertai langkahmu “.

 Berbekal sedikit tabungan selama aku merantau, akupun meminta ijin orang tua untuk melanjutkan kuliah lagi. Beruntung Kepala Sekolah menerima ku jadi guru walau belum memiliki ijazah keguruan, beliau memberikan ijin untuk aku kuliah. Kuliah aku jalani setelah aku melaksanakn tugasku.

Empat tahun berlalu begitu cepat akupun bisa menyelesaikan kuliah ku tepat waktu. Alhamdulilah berkat doa ibuku dan usahaku Allah memberikan kemudahan dan kelancaran dalam menuntut ilmu. Terimaksih ya rabb.. Tepat sehari sebelum hari ulang tahunku akupun mendapatkan ijazah keguruan. Bahagia tak terkira. Terimaksih ibu selalu ada untukku menemaniku mendoakanku kau beri semua untukku dengan segenab jiwa ragamu.

Tujuh tahun pengabdianku akupun mendapatkan SK CPNS. Kulihat senyum manis menghiasi wajah ayu ibuku,ia menyambutku memelukku “alhamdulilah nak apa yang menjadi impianmu terwujud ibu bangga ibu bahagia.. teruslah bekerja dengan hati beri kemanfaatan untuk orang lain. Doa ibu menyertaimu selalu “.Tangis kebahagian menghampiri kami . Ya Rabb begitu besar karuniaMu. Terimakasih ya rabb..

Setahun setelah penerimaan CPNS Sk PNS pun keluar. Kembali aku sampaikan ke ibu tentang hal itu.Ibu semakin bangga padaku. Namun sebelum ibu merasakan banyak tentang apa yang aku dapatkan  Allah telah memanggil ibuku.. Innalilahi wainnailaih roji’uun.. airmata tak dapat aku bendung bumi terasa berhenti berputar, sesak di dada semakin kuat terasa dan akupun tak sadarkan diri.

Ibu… maafkan anakmu belum sempat buatmu bahagia. Kau telah pergi, pergi untuk selamanya.

Lembut jemarimu membelai rambutku, hangat pelukmu masih dapat aku rasakan namun aku tak kan mendapatkannya lagi. Senyum manis menghiasi wajahmu tak bisa aku lihat lagi.Ibu..begitu besar perjuanganmu..kau telah mendidikku dengan penuh kesabaran, tiada pernah kudapati kau mengeluh..kau tunjukkan begitu besar cinta dan kasih sayangmu padaku.

Ibu.. terimakasih atas kasih sayangmu, perjuanganmu, perhatianmu, terimakasih atas setiap tetes keringatmu. Kau telah buatku seperti sekarang ini. Tiada hari yang kujalani tanpa sedikitpun untuk tidak mengenangmu, mengingat semua perjuanganmu.

Ibu anakmu disini selalu merindumu…

Kini tiada lagi kudapati tentangmu, senyummu, belaianmu, hangat pelukmu. Kursi yang dulu kau duduk di sana kini kosong, kamar tempat dimana kau istirahat kini tinggal dipan dan kasur yang masih tertata rapi. Lemari pakaian masih tetap ada di pojok kamarmu walau hanya ada pakaian yang tergantung disana.

Ibu.. kini hanya untaian doa yang bisa aku berikan. Kini aku hanya bisa mendatangi pusaramu untuk mengobati rasa rinduku.

Tenanglah disana ibu..doa terbaik untukmu

Ya rabb bahagiakan ibuku..tempatkan beliau di sisiMu di dekat orang-orang solih pilihanMu..aamiin.

Salam Literasi, salam guru blogger Indonesia

Gunungkidul, 4 September 2020

12 komentar:

Hidup Barokah Jaminannya Bahagia

Hidup  Barokah Jaminanya Bahagia Pengajian  antar instasi putaran ke-86 di kapanewon paliyan dilaksanakan di hari Rabu, 20 Novem...