Goresan Pena Untuk Ibu
Oleh : Sumarjiyati,S.Pd.I
Saat anak-anak telah lelap tertidur setelah seharian aku tinggalkan
untuk bekerja kulihat wajah kedua buah hatiku, tak terasa air mataku menetes. “Nak
maafkan ibu yang tidak setiap saat bisa membersamai kalian di rumah”. Bisikku
lirih. Ingin sekali aku menjadi seorang ibu yang selalu ada buat kalian dari
pagi sampai malam dari kau buka mata sampai kalian tertidur lagi. Namun
keinginan itu tidak dapat aku raih karena ibu harus bekerja nak. Ya..ibu harus
bekerja sebagai guru, profesi yang dari kecil ibu cita-citakan. Teringat sosok
seorang ibu yang sabar membersamiku sampai aku bisa meraih apa yang aku
cita-citakan.
Ku buka album biru, lembar demi lembar aku buka, kudapati fotoku
bersama bapak ibu dan juga adikku. Ada rasa rindu yang berkecamuk di dada ingin
aku rebahkan kepalaku di pangkuan ibuku seperti saat itu ingin kurasakan
dekapan hangat ibuku. Saat dimana aku merasa lelah setelah bermain dan selesai
mengerjakan tugas sekolahku. Kau elus rambut panjangku dan kau menceritakan masa-masa kecilmu, masa perjuanganmu bersama nenek, masa sekolahmu di jaman dulu yang penuh dengan tantangan. Dari kisah itu
kau mengajari arti sebuah perjuangan dan kerja keras.
Tak pernah kudapati kau mengeluh dengan semua yang menimpamu, kau
sosok seorang ibu yang kuat dan tangguh. Seorang ibu yang harus merawat,
mendidik dan membesarkan ke tujuh anak-anakmu. Dari ketujuh anakmu dua di
antaranya anak laki-laki, lima yang lain adalah perempuan. Bersyukur dengan
banyak saudara kami di ajarkan ibu untuk saling bahu membahu dalam
menyelesaikan tugas rumah.
Kau besarkan kami dengan
penuh cinta. Tak sekalipun aku dapati kau marah padaku jika aku melakukan
kesalahan kau dekati aku, kau nasehati dengan lemah lembut. Sejak ku mulai
beranjak remaja kau bagai teman yang mampu memahami hati ku kau tempatku untuk membagi cerita indahku di
masa itu.ooh ibu.. aku kangen dengan semua itu. Saat aku belajar kau menemaniku
dengan sabar kau ajari aku untuk melakukan puasa sunah senin kamis.
” Nak.. puasa itu menenangkan hati, menjauhkanmu dari emosi, jika
hati tenang kau akan dapat berfikir dengan tenang dan tidak grusah-grusuh
(istilah jawa ), jika bisa berpikir dengan tenang kau akan mampu melakukan
apapun dengan lanacar. Raih cita-citamu nak.. bersabarlah dengan berlatih puasa”.
Nasehatmu kala itu. Juga kau sampaikan pada ku dan selalu terngiang kata-katamu “ Nak sebagai
seorang perempuan kamu harus mempunyai
penghasilan paling tidak untuk membantu suamimu membeli jajan anakmu dan setidaknya jika kamu
punya keinginan untuk membeli sesuatu kamu bisa membelinya dengan uang hasil
jerih payahmu, tidak perlu menunggu ataupun meminta pada suamimu “.
Dari sana kami di bekali ketrampilan untuk berjualan kecil-kecilan
kami di ajari membuat keripik dari sinkong hasil dari kebun dan juga membuat es lilin untuk di jual di
titipkan di warung dekat rumah. Alhamdulilah aku dan adikku merasa punya
tanggung jawab setelah kripik yang di buat ibu tugas ku adalah membungkusnya, tentu
aku sudah di ajari ibu bagaimana cara membungkusnya dengan ukuran plstik kecil
saat itu seharga 200 rupiah. Nominal yang sangat kecil namun kami bisa
belajar untuk mendapatkan uang. Dari hasil penjualan kripik itu aku dan adiku
menerima sedikit hasilnya. Aku dan adikku sedikit demi sedikit bisa menabung.
Aku bertambah semangat untuk
mengumpulkan uang dari hasil penjualan keripik singkong dan es lilin tersebut. Aku
tidak malu untuk membantu ibu. Sesekali aku
dapati teman sepermainanku bermain dan selalu bisa membeli apa yang dia
inginkan. Rumah kami berdekatan sehingga setiap hari selalu melihat apa yang
dia bawa saat bermain. Dia bisa membawa mainan dan juga snack ringan yang dia
beli di toko. Aku dan adiku tidak jarang juga pingin seperti dia. Bisa
jajan setiap hari dengan makanan-makanan
yang enak. Haaah jika teringat hal itu,sedih rasanya.
Untuk membeli mainan-mainan sangat tidak mungkin bagi aku dan
adiku, untuk bisa jajan setiap haripun kami jarang. Jika sudah makan kami sudah
cukup. Jika punya makanan lain pasti Ibu yang membuatkan makanan itu. Jadi kami
tidak di biasakan jajan di warung. Itu mungkin karena keadaan orang tua kami
yang hanya seorang pegawai biasa di
Dinas Kesehatan, dan ibu yang hanya seorang ibu rumah tangga dan juga
petani namun tidak memiliki sawah ataupun kebun yang luas. Petani hanya sekedar
meneruskan merawat lahan pertanian milik nenek yang tidak seberapa luasnya.
Jadi ibu harus mampu untuk mengelola keuangan agar bisa cukup sampai akhir
bulan untuk membiayai ketujuh anaknya. Kebetulan saat itu dua orang anak ibu
sudah berkeluarga. Jadi mungkin bisa sedikit mengurangi beban ibu dan bapak
untuk biaya hidup.
Mengingat keadaan ekonomi keluarga, Setelah kakak kakakku
menyelesaikan sekolah tingkat atas mereka tidak melanjutkan kuliah, namun
mereka mencari pekerjaan dan ada juga yang membuka usaha. Begitu juga dengan diriku,
walau dalam hati sebenarnya ingin sekali aku melanjutkan sekolah untuk
menggapai cita-citaku. Namun aku harus relakan semua, akupun setelah selesai
menamatkan sekolahku di Madrasah Aliyah Negeri saat itu harus mengikuti jejak kakak
untuk mencari pekerjaan di kota. “Bu..
aku minta maaf aku harus pergi ke kota untuk mencari pengalaman ya..,pamitku
pada ibu “. Ya..nak berangkatlah ibu rela ibu restui langkahmu semoga Allah
meridhoi, niatkan selalu setiap pekerjaan yang kau lakukan untuk beribadah
kepada Allah, jangan putus asa, berjuanglah semoga tahun ini belum bisa kuliah
tapi nanti kau bisa nak, tiada yang tidak mungkin jadi tetaplah berdoa ya, ibu
juga akan selalu mendoakanmu”. Tak kuasa aku mendengar kata-kata ibu akupun
jatuh dalam peluknya dan menangis, antara keinginan dan kenyataan yang tidak
bisa aku lakukan karena keadaan juga karena terharu dengan doa dan harapan ibu.
Ibu pun minta maaf karena tidak mampu untuk mebiayai aku kuliah. Dalam hati kecil seorang ibu pasti ia juga ingin menyekolahkan anaknya
sampai bisa mencapai cita-cita. Keadaanlah yang membuat ibu belum mampu
membiayai sekolahku. Ibu...ku bulatkan tekad, ku langkahkan kakiku untuk
mencari pengalaman merantau jauh dari ibu, bisilahirahmannirrahim.. Akupun
berangkat ke kota, tidak menunggu lama akupun bisa di terima bekerja sebagai
karyawan pabrik, saat-saat pertama aku bekerja rasanya aku tidak kuat namun aku
selalu ingat dengan kata-kata ibuku, aku harus berjuang tidak boleh putus asa.
Hari-hari berlalu dan rasa
kangen akan kehangatan sosok ibu dan kampung halaman pun menghinggapi
perasaanku. Rasa kangen itu hanya bisa aku sampaikan lewat sepucuk surat untuk
ibu tercinta.
Teruntuk ibuku tersayang
Assalamu’alaikum ibu..apa kabar ? Semoga bapak ibu juga adik selalu
dalam keadaan sehat. Alhamdulilah buk anakmu dalam keadaan baik dan sehat. Bu..
berkat doa ibu aku sudah mendapatkan pekerjaan. Doakan selalu anakmu buk..untuk
sabar dan kuat jalani semua. Ibu..aku kangen..masakan ibu aku kangen belaian
lembut ibu aku kangen semuanya buk..Di sini anakmu selalu mengharapkan doamu.
Alhamdulilah buk aku mendapatkan teman-teman yang baik yang selalu membantuku
selalu menemaniku untuk mengisi hari-hari anakmu.
Tunggu anakmu pulang ibu.. saat dimana aku sudah tidak manja lagi
saat aku sudah tambah dewasa. Ibu pasti tersenyum bangga melhatku semakin
mandiri. Terimakasih ibu untuk semuanya.
Salam sayang anakmu.
Hari-hari berlalu sampai dua tahun aku merantau di kota, dari uang
hasil kerjaku setiap bulannya aku sisihkan untuk di tabung. Aku bertambah
semangat untuk mengumpulkan uang berharap jika sudah terkumpul uang tersebut
bisa sedikit membantu orangtuaku untuk melanjutkan kuliah ku nanti. Tak jarang
aku menahan keinginan untuk membeli sesuatu demi segera terkumpul uang untuk
biaya kuliah nanti. Setiap rasa kangen menghinggapi aku selalu menulis surat
untuk ibu.
Suatu Ketika bapak memberi kabar dan memintaku untuk pulang. Aku
kaget namun ada sedikit rasa senang. Bapak menyampaikan bahwa di sekolah dasar
di kampung membutuhkan guru. “Apakah ini jalan ku untuk menggapai harapan dan impianku? pikirku “. Akupun mulai
berfikir dan segera memutuskan. Akhirnya setelah aku meminta petunjukNya dan
juga meminta pendapat teman serta saudara maka aku putuskan untuk pulang
kampung dan meninggalkan pekerjaanku.
“Ibu… aku pulang.. teriakku setelah aku sampai di halaman rumahku, pelukan
hangat ibuku menyambut kedatanganku. Bahagia luar biasa aku rasakan saat itu
seperti mimpi aku merasakan kehangatan ibu setelah sekian lama aku tidak
merasakannya. Seperti enggan untuk melepaskan kehangatan itu. Damai dan nyaman aku rasakan. Perlahan aku
lepaskan. Ibu..aku pulang aku akan menggapai cita-citaku ibu “. Senyum indah
ibuku menyapa..dan ibu berkata, "Iya nak..impianmu jadi guru akan segera
terwujud kau harus memulai menyesuaikan dengan tugasmu nanti, kamu harus banyak
belajar ya, doa Ibu akan selalu menyertai langkahmu “.
Berbekal sedikit tabungan
selama aku merantau, akupun meminta ijin orang tua untuk melanjutkan kuliah lagi.
Beruntung Kepala Sekolah menerima ku jadi guru walau belum memiliki ijazah
keguruan, beliau memberikan ijin untuk aku kuliah. Kuliah aku jalani setelah
aku melaksanakn tugasku.
Empat tahun berlalu begitu cepat akupun bisa menyelesaikan kuliah
ku tepat waktu. Alhamdulilah berkat doa ibuku dan usahaku Allah memberikan
kemudahan dan kelancaran dalam menuntut ilmu. Terimaksih ya rabb.. Tepat sehari
sebelum hari ulang tahunku akupun mendapatkan ijazah keguruan. Bahagia tak
terkira. Terimaksih ibu selalu ada untukku menemaniku mendoakanku kau beri
semua untukku dengan segenab jiwa ragamu.
Tujuh tahun pengabdianku akupun mendapatkan SK CPNS. Kulihat senyum
manis menghiasi wajah ayu ibuku,ia menyambutku memelukku “alhamdulilah nak apa
yang menjadi impianmu terwujud ibu bangga ibu bahagia.. teruslah bekerja dengan
hati beri kemanfaatan untuk orang lain. Doa ibu menyertaimu selalu “.Tangis
kebahagian menghampiri kami . Ya Rabb begitu besar karuniaMu. Terimakasih ya
rabb..
Setahun setelah penerimaan CPNS Sk PNS pun keluar. Kembali aku
sampaikan ke ibu tentang hal itu.Ibu semakin bangga padaku. Namun sebelum ibu merasakan
banyak tentang apa yang aku dapatkan Allah
telah memanggil ibuku.. Innalilahi wainnailaih roji’uun.. airmata tak dapat aku
bendung bumi terasa berhenti berputar, sesak di dada semakin kuat terasa dan
akupun tak sadarkan diri.
Ibu… maafkan anakmu belum sempat buatmu bahagia. Kau telah
pergi, pergi untuk selamanya.
Lembut jemarimu membelai rambutku, hangat pelukmu masih dapat aku
rasakan namun aku tak kan mendapatkannya lagi. Senyum manis menghiasi wajahmu
tak bisa aku lihat lagi.Ibu..begitu besar perjuanganmu..kau telah mendidikku
dengan penuh kesabaran, tiada pernah kudapati kau mengeluh..kau tunjukkan begitu
besar cinta dan kasih sayangmu padaku.
Ibu.. terimakasih atas kasih sayangmu, perjuanganmu, perhatianmu, terimakasih
atas setiap tetes keringatmu. Kau telah buatku seperti sekarang ini. Tiada hari
yang kujalani tanpa sedikitpun untuk tidak mengenangmu, mengingat semua
perjuanganmu.
Ibu anakmu disini selalu merindumu…
Kini tiada lagi kudapati tentangmu, senyummu, belaianmu, hangat
pelukmu. Kursi yang dulu kau duduk di sana kini kosong, kamar tempat dimana kau
istirahat kini tinggal dipan dan kasur yang masih tertata rapi. Lemari pakaian
masih tetap ada di pojok kamarmu walau hanya ada pakaian yang tergantung
disana.
Ibu.. kini hanya untaian doa yang bisa aku berikan. Kini aku hanya
bisa mendatangi pusaramu untuk mengobati rasa rinduku.
Tenanglah disana ibu..doa terbaik untukmu
Ya rabb bahagiakan ibuku..tempatkan beliau di sisiMu di dekat
orang-orang solih pilihanMu..aamiin.
Salam Literasi, salam guru blogger Indonesia
Gunungkidul, 4 September 2020
Wow...merinding...mbk atik...kasih sayang seorg ibu memsng luar biasa utk ank2nya...
BalasHapusIya mbk.. Smg beliau bhgia dsana...
BalasHapusIya mbk.. Smg beliau bhgia dsana...
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTulisan yg amst memikat Hu Atik. Bikin.larut pembacsnya.
BalasHapusSekedar mnyampaikn uneg2 buk...hehe
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKeren mba Atik, tapi sy masih bingung dg membersamai dan bisikku kurang k, hehe.. ceritanya sangat menyentuh sekali
BalasHapusOk..mksih buk.. Saya edit ya..
BalasHapusLanjutkan
BalasHapusSiap..hehe
HapusSiap..hehe
Hapus