Cari Blog Ini

Kamis, 22 Juli 2021

Buar Membuatnya Sadar

 

Buar Membuatnya Sadar


“Kau lihat senja  itu, Na?” ucapnya padaku. Ia memandang senja yang mulai menghilang.

“Kenapa dengan senja itu, Mas? Balik tanyaku sambil kulihat mata sayu  menunjukkan rasa yang tak menentu. Suamiku sepertinya memikirkan Sesuatu.

“Senja itu sangat indah. Aku senang melihatnya namun aku merasa senja bisa mewakili rasa yang selama ini menghimpit jiwaku. Ya … penyesalan terdalamku. Andai aku dulu tak buar dalam membelanjakan hasil jerih payahku tentu aku saat ini bisa bahagiakanmu, Na.” Ucapnya lirih. Tak pernah aku duga sebelumnya. Dia merasakan bahwa dia belum bisa bahagiakan aku.

“Mas, mengapa berpikiran bahwa aku tak bahagia.” Jawabku.

“Aku tau, Na. Kau tak bahagia kan? Dari kamu jadi istriku kita hanya seperti ini terus belum bisa seperti mereka.

“Tak apa, Mas. Semoga lambat laun keadaan kita makin membaik.

Percakapan berakhir saat gelap mulai merayap. Kami masuk rumah dan segera tunaikan salat maghrib. Aku lihat akhir-akhir ini  setelah Ayah mertuaku meninggal, suamiku begitu rajin melaksanakan salat wajib maupun sunah. Sudah 30 tahun aku hidup bersamanya. Sejak pertama kami menikah aku sering mengingatkannya untuk salat jika waktu sudah tiba. Tidak untuk kali ini, suamiku selalu salat tepat waktu. Mungkin kehilangan sosok Ayahlah yang membuatnya berubah. Tak peduli apa yang membuatnya berubah yang jelas aku sangat bersyukur dengan perubahan yang ada pada dirinya.

Selesai salat maghrib berjamaah kami pun makan malam dengan hidangan seadanya. Aku tinggal Bersama mertua sejak awal menikah sampai saat ini, wajar saja karena suamiku merupakan anak tunggal. Anak laki satu-satunya yang menjadi tumpuan harapan orang tuanya. Aku  pun tak bisa menolak saat aku diminta untuk tinggal Bersama mertua. Mereka sudah aku anggap seperti orang tua sendiri. Sampai Ayah mertuaku menghembuskan nafas terakhirnya akulah yang ada di sampingnya. Aku yang menuntun mengucap kalimah tahlil.

Suamiku sejak kecil di manja oleh orang tuanya, apapun permintaanya selalu di tururi dan itulah yang membuat suamiku seperti tak merasakan kekurangan apapun. Pada saat telah memiliki penghasilanpun dia buar dalam membelanjakan hartanya. Aku mengenalnya dari teman ayahku yang kebetulan seorang polisi. Saat pertama kali datang kerumah Ayah sudah menanyakan kapan akan menikahiku. Tentu saja dia kaget, karena selama ini dia banyak teman wanita yang hanya dijadikan teman biasa, datang kerumahnya itu hal yang biasa. Tapi tidak dengan ayahku, sekali ada cowok datang kerumah maka segera di tanyakan keseriusanya. Akhirnya akupun menikah dengaannya tanpa mengetahui lebih jauh tentangnya.

“Na,” Panggilan suamiku walau telah memiliki anak dia tetap memanggil namaku “Ana”

“Maafin aku ya, Na? Dia masih tetap merasa bersalah.

“Memangnya Mas melakukan apa sih”. Akupun penasaran kenapa suamiku selalu minta maaf dan itu tak biasa dia lakukan. Akupun selama ini juga tak merasa dia punya kesalahan yang fatal.

“Jujur, Na.Aku dulu sebelum menikahimu aku telah memiliki pinjaman, SK aku gadaikan dan uangnya hanya untuk kebutuhanku saat aku ke Lampung.” Jelasnya.

“Ke lampung? Aku ulangi penjelasanya.

“Iya, aku pergi ke Lampung hanya untuk menemui seseorang. Seseoarng yang telah membuatku gelap mata hingga uang sebanyak itu pun telah aku habiskan bersamanya. Aku buar, dalam waktu seminggu di Lampung telah menghabiskan begitu banyak uang. Aku menyesal ,Na.” Sambil tertunduk, suamiku jelaskan semuanya.

Begitu sesak dada ini, akibat dari perbuatan masa muda suamiku, tak terasa butiran hangat menetes di pipiku. ,Suamiku yang nota ben anak tunggal yang tiap kemauanya harus di turuti maka apapun yang dia mau dan dia inginkan berusaha untuk bisa terpenuhi tak peduli punya uang atau tidak. Dia terbiasa dengan mengambil hutang. Hingga aku berusaha keras agar segala kekurangan kebutuhan aku bisa mencukupinya. Aku selalu menurut padanya karena jika tidak pasti terjadi keributan dan aku tak inginkan hal itu.

Semoga setelah dia menyadari kesalahanya dia benar-benar tulus meminta maaf dan akan merubah sikapnya yang buar. Hal itu tentu saja membuat kehidupan kami selalu kekurangan seberapa besar gaji yang di hasilkan suami akan selalu habis.


 

#KamisMenulis

#SahabatLagerunal

Gunungkidul, 22Juli 2021

17 komentar:

  1. Keren Bu.menjadikan kata buar sbg ide menulis cerpen. Mantaaap..

    BalasHapus
  2. Kereen cerpennya bu. Sepertinya diangkat dari cerita faksi. Karena penggambarannya dapat banget.

    BalasHapus
  3. Buar dengan seseorang yaa.. ini buar yang paling buar.

    BalasHapus
  4. ide ceritanya dapet banget loh. keren. keliatan natural sekali. pemaparannya sangat pintar.

    BalasHapus
  5. Salut, sudah jauh mengalami kemajuan dalam penulisan ketimbang yang saya baca sebelumnya.

    BalasHapus
  6. Makin keren Bu Atik , ide selalu berdatangan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe...makasih Bu Rita, masih terus belajar bu..

      Hapus
  7. Mengupas buar dalam cerita pendek dari pengalaman keseharian. Keren.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mksih bund..hehe..dari sekitar kita banyak pelajaran berharga yang dapat kita petik..

      Hapus
  8. Cerpen penuh pesan moral. Kerreennn.

    BalasHapus
  9. Masa lalu yang bisa jadi pembelajaran untuk orang lain. Jangan mentang-mentang punya uang banyak, terus jadi buar. 😁

    BalasHapus

Tips Tulisan yang di Lirik Pembaca

Tips Tulisan yang di Lirik Pembaca