Cari Blog Ini

Minggu, 12 Desember 2021

Dory dan Sepedaku

Hari Sabtu sore di lapangan dekat rumahku sangatlah ramai, di sana banyak anak-anak yang bermain. Sebagian teman perempuan bermain Kasti sedangkan yang laki-laki bermain Sepak bola, juga ada yang bermain sepeda. Tak banyak memang yang memiliki sepeda, termasuk diriku. Hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki sepeda.

Tak dapat di pungkiri aku sangatlah ingin memiliki sepeda seperti teman-teman yang lain. Setidaknya jika aku memiliki sepeda aku bisa menggunakannya saat pergi ke sekolah.

Jarak rumahku ke sekolah lumayan jauh. Jika harus membantu Ibu menyiapkan dagangan berupa makanan ringan seperti kue dadar gulung dan juga nasi uduk untuk di jual ke pasar maka  tak jarang aku harus buru-buru pergi ke sekolah. Maka impianku memiliki sepeda sangatlah kuat.

Sejak kepergian Ayahku, Ibukulah satu-satunya orang yang mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan kami. Tak adil jika rasanya aku meminta Ibuku untuk membelikan sepeda. Diam-diam tanpa sepengetahuan Ibuku aku selalu menyisihkan uang jajanku. Walau aku tau tentu membutuhkan waktu yang lama agar uang terkumpul dan bisa membeli sepeda. Tak apa, aku sangat yakin pasti suatu saat aku bisa membeli sepeda dengan uang tabunganku.

Sore itu sepulang bermain aku dapati Ibuku masih sibuk memasak di dapur. Aku pun berusaha membantu.

" Ibu, biar saya bantu ya," pintaku.

"Tidak usah, Nak. Kamu segera mandi saja dan bersiap untuk ke masjid," jawab Ibuku.

"Kan masih lama, Bu. Masih ada waktu kok," ujarku.

"Ya sudah, sini bantuin Ibu mecuci sayuran yang sudah Ibu siapkan," perintah Ibuku.

"Siap, Ibu," segera aku ambil sayuran untuk segera ku cuci.

Senang rasanya bisa membantu Ibuku. Sayur yang di masak Ibu. Sudah matang. Aku segera mandi dan persiapkan diri untuk pergi ke masjid. Kami biasa makan malam sehabis maghrib. Kegiatan TPA diadakan sebelum waktu maghrib tiba. Jadi setelah jamaah maghrib aku dan juga teman-teman langsung pulang.

Aku hanya tinggal bersama Ibuku. Saat Ibu bekerja membantu keluarga Pak Imron membereskan rumahnya aku kadang di minta untuk ikut. Putra Pak Imron yang menginginkan aku ikut ke rumahnya. Dory namanya, dia senang belajar bersamaku. Tiap ada kesulitan aku bisa membantunya . Aku senang bisa membantunya .

Ibu membantu keluarga Pak Imron hanya satu minggu sekali. Kadang aku merasa kasihan dengan Ibuku, selain ke pasar Ibu juga harus bekerja di rumah Pak Imron. Doa ku semoga Ibu selalu sehat.

Pak Imron dan juga Ibu Mira sangat senang tiap aku belajar bersama Dory. Mereka kadang memberi uang saku untukku, awalnya aku menolak tapi mereka memaksaku untuk menerimanya. Mereka sangat baik sekali. Mereka sering memberikan bingkisan pada Ibuku berupa sembako. Tak tau bagaimana  aku membalas kebaikan mereka.

Pagi itu saat sampai di sekolah tak ku dapati Dory. Hatiku bertanya-tanya ada apa dengan Dory? padahal kemarin di hari minggu aku masih belajar bersama di rumahnya.  Aku berharap Dory baik-baik saja. Sementara ketika Ibu Tika guru kelas kami masuk ke kelas dan mengabsen semua siswa, beliau  memberi tahukan bahwa Dory tidak masuk hari ini karena kecelakaan. Kami begitu kaget mendengar kabar tersebut.

Menurut kabar yang kami terima, Dory kecelakaan saat perjalanan ke sekolah. Dory di antar Pak Imron dan mengalami kecelakaan. Dory harus di rawat di tumsh sakit sedangkan keadaan Pak Imron baik-baik saja hanya sedikit lecet pada tubuhnya.

"Ibu, Ibu ... ," dengan betlari terengah-engah aku sampaikan berita itu pada Ibukku.

"Amiir, kamu kenapa? jangan teriak-teriak, duduk dulu. Ini minum! ucap ibuku.

"Iya,Bu.  Aku minum,"kataku.

Setelah minum beberapa teguk air putih yang di berikan Ibu. Aku pun mulai tenang. Aku ceritakan kabar tentang Dory. Ibuku juga kaget mendengarnya.

"Keluarga Pak Imron begitu baik, Mir. Bagimana kita bisa membalas kebaikan mereka. Saat ini mereka tentu sangat bersedih, kita harus menjenguknya," ucap ibukku.

"Tentu, Bu. Kita harus segera kesana, melihat keadaanya,"jawabku.

"Ibu tak punya uang untuk sekedar membeli buah tangan untuk mereka, Mir."

Kulihat Ibu sangat bersedih. Tak tega aku melihatnya. Pikiranku teringat pada tabunganku. Aku harus relakan mengambil sebelum waktunya. Tak apa yang terpenting  Ibu tak bersedih lagi.

Segera aku ambil dan ku berikan pada Ibuku. Uang yang aku taruh dalam toples kecil itu aku berikan ke Ibu.

"Ibu, ini sedikit tabunganku. Gunakan untuk menjenguk Dory bu," kataku.

"Amir, kamu punya tabungan, Nak," nada kaget Ibuku jelas terlihat di sana.

Aku tersenyum, pelukan hangat mendarat di tubuh mungilku.

"Ibu bangga padamu, Nak. Terimakasih untuk keiklasanmu," ucap Ibukku.

***

Selama lebih dari satu minggu. Dory di rawat di rumah sakit. Aku sangat kehilangan. Pak Imron dan juga Bu Mira juga sangat bersedih. Ketika Dory sudah di perbolehkan pulang betapa  bahagianya Pak Imron dan Bu Mira. Aku juga demikian. Bersyukur Dory bisa sehat dan kembali pulang.

Kesehatan Dory berangsur membaik. Saat Ibuku Telah selesai membereskan rumah dan pamit untuk pulang, tiba-tiba Pak Imron memanggilku.

"Mir, jika kau mau pulang, kau bawa sepeda mikik Dory yang ada di garasi itu ya," perintah Pak Imron.

"Tapii ... tapi, Pak," kataku.

"Ga ada tapi tapian, Mir. Sudah menjadi nadzarku jika Dory sembuh dan boleh pulang maka sepeda itu akan aku berikan padamu, maaf walau bukan sepeda baru. Namun itu masih bagus untuk kau gunakan," ucap Pak Imron.

Aku tak bisa berkata-kata sementara Ibuku yang mendengar percakapan kami, tiba-tiba muncul dan mengucapkan terimakasih pada Pak Imron.

"Ya Allah, Pak.terimakasih untuk kebaikan Bapak, semoga Allah melimpahkan kesehatan keberkahan untuk keluarga Bapak," ucap Ibu.

"Sama-sama, Bu. Semoga Amir senang," harap Pak Imron.

Dory yang melihat percakapan kami tersenyum. Aku hampiri Dory  yang masih terbaring dan  ucapkan terimakasih. Kami berpelukan. Dory senang aku juga sangat senang. Terimakasih ya Rabb, akhirnya dengan ijin-Mu aku bisa memiliki sepeda, syukurku  dalam hati.

 

#AiseiChallengeDesember
Gunungkidul, 12 Desember 2021






5 komentar:

Tips Tulisan yang di Lirik Pembaca

Tips Tulisan yang di Lirik Pembaca