Apa itu Writers Block
dan Bagaimana Mengatasinya
Hari
:
Senin, 23 Januari 2023
Waktu
:19.00-21.00 WIB
Tema
: Mengalami Writers Block
Nara
Sumber :Ditta Widyia,S.Pd.Gr
Moderator : Raliyanti,S.Sos, M.Pd
Alhamdulilahirabbil’alamin,
hari ini diberikan nikmat sehat dan sempat sehingga bisa mengikuti KBMN
Angkatan 28. Kelas sudah di mulai 2 minggu yang lalu namun saya baru bisa
mengikuti ceremony pembukaan kelas menulis saja. Melihat semangat teman-teman KBMN
angkatan terdahulu yang masih exis mengikuti kelas membuat saya tergelitik
untuk berusaha mengikuti kelas juga. Perkenalkan Bapak ibu saya peserta peserta
KBMN Gel 8, dan alhamdulilah sudah lulus. Walaupun demikian saya berfikir bahwa
tak ada salahnya saya selalu ubdate dan mengikuti kelas di gelombang 28. Sesuai
dengan tema hari ke-7 ini tentang Writers
block. Tema yang saya butuhkan, karena seiring berjalanya waktu dengan
berbagai kesibukan tentu semangat menulis saya terkadang kendor dan mengalami
kebuntuan.
Saya
sangat sadari dan benar-benar mengalaminya. Setelah mengikuti Kelas Belajar
Menulis Nusantara saya mendapatkan banyak ilmu hingga alhamdulilah bisa
berhasil menulis buku solo dan beberapa buku antologi. Terkait hal itu ternyata
belakangan ini saya sering mengalami Writers Block. Nha pas bukan tema hari
ini. Untuk itu agar semngat menulis saya tidak padam maka di kesempatan ini
saya ikut bergabung untuk bisa mendapatkan ilmu tentang Writers Block.
Nha
mari kita simak materi dari nara sumber yaitu Ibu Ditta, saya mengelanya di
komunitas Aisei. Beliau sangat aktif dai bebagai kegiatan. Beliau seorang ibu
muda yang cantik, smart, baik hati dan tidak sombong. Seorang guru dengan
prestasi-prestasinya yang luar biasa. Profi beiau dapat di lihat di link ini. https://dittawidyautami.blogspot.com/p/profil.html?m=1.
Dan blok Kompasiana dengan link https://www.kompasiana.com/ditta13718.
Beliau adalah bu Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr., Seorang guru berprestasi dan
sangat menginspirasi.
Malam
ini ditemani dengan moderator yaitu Ibu Raliyanti, salah satu dari Tim Solid Om
Jay yang biasa disapa Bu Rali. Bu Rali menyampaikan bahwa beliau rutin
mengikuti kegiatan, mensupport diri untuk terus menyelesaikan resume on time,
saling blog walking memberi semangat kemudian akhirnya beliau pun dinyatakan lulus.
Hal ini bisa membuat semangat untuk teman-teman gelombang 28 agar senantiasa
bisa mengikuti kelas dan bisa membuat resume tepat waktu.
Peserta
dinyatakan lulus apabila telah berhasil menulis buku solo. Buku pertama Bu Ralli berjudul "Wujudkan Mimpi Terbitkan
Buku" kemudian di tahun berikutnya lahir buku solo yang kedua dengan judul
"Guru di Era Digital". Selain itu, ada 17 judul buku antologi yang dimiliki
baik fiksi mau pun nonfiksi. Waaw capaian yang sangat luar biasa. Menurut beliau
semua itu terwujud karena punya mimpi. Berawal dari mimpi itulah Bu Rally termotivasi
dan dari komunitas KBMN beliau mendapatkan support dan ilmu dari para narasumber hebat. Hal yang sama dapat
saya rasakan dan terima bahwa berkat dari banyak ilmu yang diberikan oleh nara
sumber hebat dengan ikhlas maka dapat menambah motivasi diri untuk wujudkan
mimpi. Harapan semoga peserta di
gelombang 28 ini juga demikian bisa mewujudkan mimpi dengan memiliki buku solo
yang tentu bermanfaat.
perkenalkan
nama saya Ditta Widya Utami. Saya juga alumni kelas menulis yg kini bernama
KBMN. Tepatnya alumni Gelombang Ke-7.
Ibu
Dita adalah alumni KBMN gelombag-7. Waah ternyata kakak angkatan saya. Menurut
beliau siapa pun yang ingin menjadi
penulis andal, maka harus siap dengan prosesnya. Tak bisa instan tentu.
Diperlukan jam terbang yang cukup banyak agar bisa menjadi seperti Omjay, Bunda
Kanjeng, Pak Dail, Bunda Aam, Bu Rali, Mr. Bams, Prof. Eko, dan lainnya yang
tak bisa saya sebut satu per satu.
Bu
Ditta sendiri sudah senang membaca buku-buku cerita sejak kecil (sebelum SD).
Senang menulis sejak di sekolah dasar (dalam buku diary). Lalu saat SMP, sering mengirim tulisan ke
mading sekolah dan pernah menulis cerita di buku tulis yang dibaca bergiliran
oleh teman-teman. Atas arahan guru Bahasa Inggris beliau saat itu, menulis
diary dalam bahasa Inggris. Ketika SMA, saya masih tetap menulis diary.
Beberapa teman dekat yang membaca diary saya sempat berkomentar bahwa tulisan
saya sudah seperti novel. Namanya anak remaja, banyak emosi yang dituangkan
dalam catatan Ditta remaja. Namun belakangan, saya tahu bahwa menulis apa pun
yang kita rasakan bisa menjadi self healing yang baik. Bahkan saat ini,
beberapa psikolog ada yang menyarankan kepada para pasiennya untuk menulis
sebagai salah satu cara mengatasi depresi.
Rupanya
kebiasaan menulis tersebut memberi banyak manfaat. Misalnya ketika kuliah, lanjut
Bu dita pernah membuat buku Petualangan Kimia bersama rekan beliau dan
diikutsertakan dalam Lomba Kreativitas Mahasiswa di Jurusan. Alhamdulillah
meraih posisi kedua. Di saat kuliah juga, beliau menulis proposal bersama
teman-teman dan berhasil mendapat dana hibah untuk asosiasi profesi dari Dikti
hingga 40 juta. Di tahun 2009-2010 jumlah tersebut tentu sangat besar. Waaw
amazing…
Awal
masuk dunia kerja, bisa dibilang Beliau cukup vakum menulis. Mengajar di boarding school dengan aktivitas yang
padat membuat Bu Ditta mengambil jeda sejenak dalam dunia kepenulisan. Hingga
akhirnya di awal masa pandemi, Bu Dita mengikuti kelas menulis bersama PGRI dan
masuk di angkatan ke-7. Beliau sangat
bersyukur, karena berawal dari arahan untuk membuat resume, kemudian kembali
aktif menulis di blog. Bahkan berkesempatan menulis bersama Prof. Eko. Beliau menjadi
1 di antara 9 orang (angkatan pertama tantangan Prof. Eko) yang bukunya terbit
di penerbit mayor.
Karena
terbiasa menulis juga, alhamdulillah beliau bisa menyelesaikan esai di seleksi
Calon Pengajar Praktik Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 3 dan lulus. Sampi saat
ini sedang bertugas lagi di Angkatan 6. MasyaAllah baegitu menginspirasi
capaian yang di peroleh Bu Ditta. Dan ternyata menulis memiliki banyak manfaat.
Setiap orang tentu memiliki alasan tersendiri
dalam menulis. Ada yang menulis karena hobi, kebutuhan, tuntutan profesi, dan
lain sebagainya. Apa pun alasannya, aktivitas menulis memang tak bisa lepas
dari kita sebagai makhluk yang berbahasa dan berbudaya.
Nah,
lalu apa kaitannya cerita Bu Ditta dengan writer's
block?
Pertama,
mari kita samakan persepsi bahwa aktivitas menulis itu maknanya luas. Sebagaimana
dalam kisah di awal, ada tulisan pribadi dalam bentuk diary, ada karya tulis
ilmiah, ada cerpen, artikel, resume, dan sebagainya.
Menulis
adalah kata kerja yang hasilnya bisa sangat beragam. Oleh karena itu tak hanya
novelis, cerpenis, jurnalis atau blogger, namun ada juga copywriter yang tulisannya mengajak orang untuk membeli produk, ada content writer yang bertugas membuat
tulisan profesional di website, ada script
writer penulis naskah film/sinetron, ada ghost writer, techincal
writer, hingga UX writer, dan lain-lain.
Faktanya, penulis-penulis tersebut masih bisa terserang virus WB alias Writer's Block.
Tak
peduli tua atau muda, profesional atau belum, Writer's
Block bisa menyerang siapa pun yang
masuk dalam dunia kepenulisan.
Oleh
karena itu, penting bagi seorang penulis untuk mengenali Writer's Block dan cara
mengatasinya.
Karena
Writer's Block ini bisa menjangkit dalam hitungan detik,
menit, hari, minggu, bulan, bahkan tahunan. Tergantung seberapa cepat kita
menyadari dan mengatasinya. Sederhananya, Writer's
Block adalah kondisi dimana kita
mengalami kebuntuan menulis. Tak lagi produktif atau berkurang kemampuan
menulisnya. Hal ini bisa terjadi dengan disadari atau pun tidak.
Istilah
writer's block sebenarnya sudah ada
sejak tahun 1940an. Diperkenalkan pertama kali oleh Edmund Bergler, seorang
psikoanalis di Amerika.
Berkaca
dari pengalaman, writer's block ini bisa terjadi berulang. Me-reinfeksi kita
sebagai penulis. Itulah mengapa Bu Ditta katakana Writers
Block ini sebagai "virus" yang sesekali bisa aktif bila
kondisinya memungkinkan. Ibarat penyakit, tentu akan lebih mudah disembuhkan
bila kita mengetahui faktor penyebabnya, bukan?
Begitu
pula dengan Writers Block. Agar bisa
terhindar atau segera terlepas dari Writers
Block, maka kita perlu mengenali penyebabnya.
Berikut
adalah beberapa hal yang dapat mengakibatkan Writers Block:
Mencoba
metode/topik baru dalam menulis sebenarnya bisa menjadi penyebab sekaligus obat
untuk Writers Block.
Misal
ketika jadi penyebab:
Ada
orang yang senang menulis cerpen atau puisi. Kemudian tiba-tiba harus menulis
KTI yang tentu saja memiliki struktur dan metode penulisan yang berbeda. Bila
tak lekas beradaptasi, bisa jadi kita malah terserang Writers Block.
Lalu
bagaimana ini bisa menjadi salah satu obat Writers
Block? Jawabannya akan berkaitan dengan faktor penyebab Writers Block yang kedua dan ketiga.
Dalam
Kamus Psikologi, stres diartikan sebagai ketegangan, tekanan, tekanan batin,
tegangan dan konflik. Lelah fisik/mental akibat aktivitas harian yang padat
juga dapat memicu stress. Pada akhirnya, jangankan menulis, kita bisa merasa
jenuh dan suntuk. Terserang Writers Block
. Maka, mencoba hal baru dalam menulis bisa jadi alternatif solusi. Mempelajari
hal-hal baru yang berbeda dengan sebelumnya pasti menyenangkan.
Menurut
Bu Ditta terkadang memilih untuk sejenak rehat dan melakukan hal yang disukai
untuk refreshing. Membaca buku-buku ringan untuk cemilan otak juga bisa jadi
solusi mengatasi Writers Block. Biar
bagaimanapun, Writers Block bisa terjadi karena kita belum bisa mengekspresikan
ide dalam bentuk kata.
Dengan
membaca, kita bisa menambah kosa kata. Pada akhirnya, jika diteruskan insya
Allah bisa sekaligus mengatasi Writers
Block.
Terakhir
yang bisa menyebabkan Writers Block adalah terlalu perfeksionis.
Terlkait dengan hal ini Ibu Ditta menampaikan bahwa tulisan beliau di SMP dan
SMP yang bernahasa Inggris, jika di buka dan di baca lagi membuat beliau
tersenyum sendiri karena Grammernya banyak yang tidak sesuai. Tapi Beliau tetap
percaya diri menulis. Tak hanya satu tapi dua tiga buku diary yang beliau tulis
dalam Bahasa Inggris. Tapi, justru itulah salah satu kunci menghadapi Writers Block.
Bila
saat itu Ditta terlalu perfeksionis, terlalu memikirkan apakah
tulisan beliau sudah sesuai kaidah atau belum, niscaya diary berbahasa Inggris
itu tidak akan pernah selesai. Kondisi menulis dimana kita tidak memikirkan
salah eja, salah ketik, koherensi dan sebagainya ternyata dalam dunia psikologi
dikenal dengan istilah free writing
atau menulis bebas.
Nah,
sngat jelas bukan tentang bagaimana kita bisa tetap menulis dan tidak mengalami Writers
Block. Bu ditta mengajak untuk kita tak lagi khawatir tulisan kita tidak
dibaca? Khawatir dinyinyir orang? Khawatir dikritik ahli? Khawatir tulisannya
nggak bagus? Dan masiiih banyak kekhawatiran lainnya Hilangkan semua tentang
kekawatiran itu dan ayo tetap menulis. Menulis yang kita sukai dan menulis
setiap hari. Yuk, dicoba menulis bebas untuk mengatasi salah satu penyebab Writers Block.
Bukankah tulisan yang buruk jauh
lebih baik daripada tulisan yang tidak selesai?
Jadi Bismilah, ayo semangat menulis.
Demikian
materi yang saya dapatkan dari Ibu Ditta, Alhmadulilah semoga bermanfaat dan
menambah motivasi diri saya dan juga teman-teman untuk selalu menulis.
Salam
sehat salam literasi tetap semangat dan terus berbagi. Berbagi itu indah berbagi
itu tak akan rugi.
Gunungkidul,
23 Januari 2023
Lua biasa langsung jadi resumenya
BalasHapusTerimakasih Pak...
Hapus