Bersinarlah
Seperti Bintang
Berjalan
menyusuri jalan setapak yang ada di pinggir persawahan di kampung tempat dimana aku dibesarkan. Hembusan
angin menyapa tak hiraukanku yang merasa dingin. Hati terasa makin dingin. Walau
kekuatan raga dan jiwaku tak sekuat dulu, sedikitpun aku tak ingin lewatkan
senja, aku duduk di pinggiran sawah. Aku merasa
aku hanyalah seorang Aira yang tak pantas untuk diperjuangkan. Aku tak punya
lagi kekuatan untuk bisa berdiri, berjalan bahkan berlari. Bahkan aku tak lagi
punya tujuan kemana kaki ini akan
melangkah, setelah tahu keadaan yang sebenarnya. Biarlah waktu menuntunku
kemana diri ini akan berhenti. Aku tak percaya lagi apa itu cinta, aku tak
percaya lagi apa itu bahagia. Semua tak
memihakku tuk aku jadikan sandaran dalam hidup.
“Aira,
Aira….kamu dimana?. Seseorang memanggil namaku, aku tetap tidak bergeming.
Suara
itu kembali aku dengar makin jelas. Aku tak peduli. Sementara senja mulai
menghilang. Bersamaan itu pula hatiku makin hancur. Butiran hangat menetes dipipiku.
Kau seperti senja, keindahanmu begitu membuat aku terlena, namun sekejab kau
pergi menghilang dan tergantikan gelap. Makin deras air mata ini menemaiku
senja kali ini.
Tiba-tiba
ada tangan yang meraih pundakku. dia sahabatku dari kecil. Zulfiana namanya.
Aku sering memanggilnya Fifi. Seketika lamunanku sirna, segera kuhapus butiran
bening di pipiku kutarik nafas panjang. Fifi kemudian menghampiriku dan duduk
bersebelahan denganku. Aku tak berani menatapnya. Pandanganku jauh tertuju pada
senja yang mulai gelap.
“Ra,
pulang yuk,” ajaknya.
Tak
sedikitpun aku bergeming dan membalas kata-katanya.
“Aira,
aku bicara padamu ra, ayolah kamu jangan seperti ini sahabat cantikku,” rayunnya.
Aku
mulai merasa kasihan dengannya. Akupun menatapnya. Aku tak kuasa menahan
tangisku. Aku memeluknya erat dan kutumpahkan tangisku. Sedikitpun aku tak bisa
bersuara.
“Menangislah
Ra, menangislah sepuasmu. Namun kamu harus ingat jangan larut dengan kesedihanmu. Aku tahu betapa hancurnya
hatimu Ra. Tapi kehidupan harus tetap berjalan. Jangan kau siksa dirimu seperti
ini. Dia bukanlah satu-satunya lelaki yang bisa buatmu bahagia. Masih banyak
laki-laki yang nantinya akan menyayangimu, membahagiakanmu”. Panjang lebar Fifi
menasehatiku.
Aku
tetap tak bisa bersuara, air mata ini mewakili jawaban dari semua yang aku
rasakan dan Fifi tahu itu.
“Ayolah,
kita pulang ya, Tidak baik sudah petang begini kita masih di luar rumah”.
Ajaknya.
Pelukan
Fifi dan juga air mata yang tertumpah sedikit membuatku lebih tenang. Akupun
turuti ajakan Fifi. Aku di gandengnya. Kami berjalan pulang. Fifi mengantarku
sampai rumah. Dia seperti saudaraku sendiri Almarhum Ayah dan Ibuku tahu dia
sahabatku satu-satunya. Sebelum Ayah ibuku meninggal, bahkan mereka berpesan
agar Fifi bisa menemanku untuk tinggal di rumahku. Namun karena Figi juga punya
keluarga. Tak mungkin dia bisa tinggal bersamaku. Hanya pada saat-saat tertentu
saja dia menemaniku dan menginap di rumah.
Kami
pun sampai di rumah, Fifi mengambilkan air minum untukku. Aku teguk air putih
dari Fifi.
“Terimakasih,
Fi,” ucapku.
Fifi
tersenyum dan masih menatapku lembut.
“Iya
Ra, sama-sama. Aku harap kamu tak mengingat-ingat kejadian beberapa hari yang
lalu! pintanya.
Huuf,
hancur hatiku. Aku seperti sudah tak ingin hidup lagi. Untuk apa aku hidup, sedangkan
orang yang aku percaya, orang yang aku tunggu-tunggu ternyata sudah jadi milik
orang lain. Mengapa keyakinanku begitu kuat kalo aku akan dipertemukan dengan
Rafli . Dia seseorang yang aku kagumi sejak hati ini tahu sebuah rasa. Dia yang
membuka hati ini tentang apa itu cinta dan arti kasih sayang. Pertemuan singkat
dengannya membukaan hatiku dan benar-benar membuatku hancur. Bagimana tidak aku
yang sudah berhubungan lama dengannya dan berharap dialah satu-satu orang yang
dapat aku jadikan sebagai imamku. Namun nyatanya kini dia jadi milik orang
lain.
“Sudah,
jangan di pikirkan lagi,”ucap Fifi. Ternyata dia tahu kalau aku bengong
memikirkan kejadian yang menimpaku.
“Iya,
Fi,”jawabku.
“Kalau
sudah tenang, kita ambil wudu yuk kita salat maghrib,” ajaknya lagi.
Tanpa
kusadari satu minggu lebih aku seperti tak ada respon apapun. Suka menyendiri
dan terkadang menghilang. Entah aku pergi ke sawah atau bejalan menyusuri
persawahan di kampungku. Fifilah satu-satnya orang yang sabar menemaniku. Kali
ini aku tak ingin mengecewakannya. Aku ikuti apa yang dia minta.
Aku
tersenyum simpul menandakan kalau aku sudah membaik dan akan tunaikan salat
maghrib bersama. Mata kami saling menatap, Fifi pun tersenyum.
“Nha
ini baru sahabatku,” ucapnya bangga.
Aku
mulai sadar, ya rabb.dia bukanlah satu-satunya tujuan hidupku. Aku punya Tuhan.
Itulah tujuan satu-satunya. Aku akan mengejar cintaNya maka bukan hanya dunia
yang kan aku dapatkan namun juga akhirat. Aku kembali menangis.Aku tumpahkan
segala kesah yang ada dalam hatiku. Tak
kusadari rasaku yang besar terhadap Rafli serta harapan-harapan yang tersemai
dalam jiwa membuat ini terlena dan terkadang sampai diri lupa ada skenario
Tuhan yang jauh lebih indah.
Aku
meneyesali, kenapa setelah sekian jauh hubungan kami, aku baru tau keadannya. Aku
di butakan oleh cinta. Ya Allah… ampuni hambamu ini. Bimbing hamba ya rabb
untuk selalu berada di jalanMu, tunjukanlah hamba ke jalan yang benar. Terimakasih
rasa yang dulu hadir yang kini bisa kuatkan hati tuk bisa menyadari akan arti
hidup dan segala pernak perniknya. Dengan kejadian yang menimpaku semoga
membuat diri ini rumbuh lebih dewasa lagi.
Setelah
selesai maghrib. Fifi mengajakku makan. Aku juga tak tahu kapan Fifi siapin
semuanya. Huuf terimakasih sahabat baikku. Kau begitu sabar bersamai diriku.
“Fi,….
“ panggilku.
“Iya
Ra, kenapa? Tanyanya.
“Kalau
boleh aku tahu sudah berapa lama aku seperti tak sadarkan diri dan selalu
menyendiri?” tanyaku.
“Ra,
huuf hampir 3 minggu kamu siksa dirimu, aku selalu kawatirkan dirimu Ra, kenapa
sahabatku yang dulu ceria, penuh semangat sedikitpun tak pernah bersedih. Namun
tiba-tiba seperti hilang ditelan bumi. Tak sedikitpun akutemukan sahabatkuyang
dulu”. Jelas Fifi.
“Huuuf,
maafkan aku Fifi, aku ga tahu lagi harus bagaimana, Rafli menghilang dan datang
dengan segala penjelasannya yang sulit di percaya”. Jelasku pilu.Ku Tarik nafas
panjang,seperti masih ada yang engganjal dalam dadaku.
“Sudahlah
Ra, jangan ingat lagi masalah itu ya, sekarang kamu harus pikirkan bagaimana
kamu akan tetap bekerja atau berhenti”. Tegas Fifi.
“Fi
untuk apa aku hidup Fi, untuk apa? tanyaku
“
Aira, ssst bangun dari mimpi burukmu, kamu tadi bukankah sudah sadar Ra, ayo
lihat aku! Kamu harus semangat! Cukup kamu pikirkan laki-laki yang tak
bertanggung jawb itu”. Suara Fifi meninggi.
Terkadang
terbersit dalam pikiranku tentang kejadian yang menimpaku, dan aku seperti
blank. Jika sahabatku Fifi tak bersamaiku, aku tak tahu bagaimana jadinya aku.
Harusnya aku bersyukur Allah telah kirimkan aku seoarang sosok sahabat yang
begitu sabar.
“Fi,
apakah ibu bos masih mau menerimaku bekerja lagi, setelah beberapa saat aku
tidak masuk? Tanyaku.
“Ibu
bos baik banget Ra, dia ngerti keadaanmu, dia pasti masih bisa menerima kamu
untuk bekerja di toko bunga milikmya. Beberapa hari setelah dia tahu keadaanmu
dia sering tanyakan kamu”. Tegas Fifi.
“Bismilah
Fi, tolong sampaikan pada beliau ya kalau aku masih pingin kerja di tokonya,”
Pintaku.
“Siap
sahabat cantikku, tersenyumlah, bersinarlah seperti bintang di langit. Pada
saatnya kau akan bahagia menemukan orang yang tepat. Perbaiki dirimu niscaya
Tuhan akan menyiapkan seseorang terbaik untukmu”. Ungkap Fifi.
“
Terimakasih Fifi, untuk semua yang Fifi berikan untukku.” Ucapku.
Kami
pun tersenyum dan berpelukan.
“Buka
lembaram baru semangatlah masih ada esok yang menantimu, Fi.” Bisik Fifi.
“Doakan
aku mampu melupakannya Fi”. Pintaku
“Pasti
ra, doaku menyertaimu”. Jawab Fifi.
Detik
waktu terus berjalan dan terus berputar. Seiring waktu berlalu akupun sedikit
banyak bisa move on dan semangat jalani hari. Seperti nasehat sahabatku Fifi
bahwa Tuhan telah persiapkan seseorang terbaik. Ada Tuhan yang akan kabulkan
apa yang kita pinta. Biarlah Rafli dan segala kenangannya aku simpan dalam
bagian dari hatiku. Tidakmudah memang untuk melupakan. Namun masa lalu adalah
kenangan dan hari ini harus kita jalani esok adalah harapan harapan. Jangan
berhenti berharap dan teruslah berjuang. Selamat tinggal cinta pertamaku,
bahagialah dengan orang pilihanmu.
Terimkasih atas pelajaran berharga yang kau berikan hingga mampu buatku menjadi
seorang yang kuat dan lebih tangguh untuk hadapi hari. Kehidupan harus terus
berjalan. Ku kan telusuri jalan yang penuh liku dan duri. Aku yakin di balik
semua kepahitan pasti akan kutemukan manis di kemudian hari.
#NUBALA
PROJEK
#PROJEK_PUNYA
TUJUAN
Gunungkidul, 8 Juni 2023
Senantiasa bersinar dimanapun berada
BalasHapus