Cari Blog Ini

Sabtu, 09 Oktober 2021

Mentari Bersinar Lagi

Namaku Syifa, aku tinggal bersama Ibu dan adikku satu-satunya Abidzar namanya. Kehidupan kami berubah setelah kepergian Ayahku atas kecelakaan waktu itu. Masih teringat jelas di mataku bagaimana kejadian itu menimpa keluarga kecilku. Ibuku sangat kehilangan begitu pula denganku adikku belum merasakan hal itu karena dia masih berumur 10 bulan.
Masa-masa kelam kami lalui, beruntung saudara-saudara dari Ibuku selalu datang ke rumah dan menghibur kami. Aku yang masih kelas 4 SD belum bisa  bagaimana menghibur Ibuku. Tiap kali kulihat Ibu sendiri, dia termenung dan akhirnya meneteskan air mata. Aku begitu sedih. Sedangkan aku sendiri juga sangat rindu dengan Ayah. 
Ibu lebih banyak diam, aku bukan hanya kehilangan Ayah namun aku juga merasa kehilangan sosok Ibuku yang penyayang, perhatian dan ceria. Tak lagi kudapatkan semua itu dari Ibuku. Aku selalu dihibur dan dinasehati Budeku, sedikit banyak aku bisa merasa nyaman. 

Hari-hari berlalu hingga sudah satu tahun kepergian Ayahku. Berkat dukungan keluarga Ibuku akhirnya  bisa berubah dan bangkit lagi. Untuk mencukupi kebutuhan keluargaku sekarang Ibulah satu-satunya yang bekerja. Atas bantuan Budeku Ibu buka usaha baru.
Aku bersyukur kini Ibuku mulai perhatian pada kami, walau di saat-saat tertentu Ibu suka marah dan bicara dengan nada tinggi. Saat Ibu seperti itu aku hanya diam menahan rasa tak nyamanku. Aku selalu berdoa agar Ibuku di beri kesabaran.
"Syifa, Syifa... Kemari, coba lihat ! " Teriak Ibuku.
Aku pun sedikit berlari dan menemui Ibukku.
"Iya, Bu. Ada yang bisa aku bantu? sahutku.
"Kamu, gimana sih, udah tahu Ibu repot, harusnya kau sudah angkat jemuran itu, bukan malah di biarkan jatuh kena angin seperti itu, cuba tu lihat! Seru Ibuku.
"Maaf, Bu. Tadi Syifa baru jagain Adek, belum sempat angkat jemurannya," ucapku.
"Sudahlah jangan banyak alasan." Ibu berlalu pergi. 

Segera aku angkat jemuran. Sejak kepergian Ayahku Ibu memberiku tugas untuk membantunya. Tugasku mengangkat jfmuran, mrnyapu dan mencuci piring. Setiap hari itu yang harus aku kerjakan. Jika tidak Ibuku akan marah dan selalu mengatakan, "sekarang Ayah sudah tidak ada kamu yang harus bantu Ibu". 
Suatu hari di tanggal 11 Juli aku lihat Ibuku tak keluar kamar, dia menyendiri dan tidak melakukan aktifitas seperti biasa. Sempat aku merasa lapar tapi ibu tak membuatkan makanan untuk aku dan adikku. Beruntung Budeku datang dan membawakan makanan untuk kami. Yaa, hari itu hari ulang tahun Ibuku. Jelas Ibu sedih, dulu saat masih ada Ayah, Ibu selalu di beri kado dan di ajak Ayah jalan-jalan walau hanya di taman kota untuk sekedar beli bakso bakar yang penting keluar rumah dan makan bersama.

Dua tahun sudah kepergian Ayah, selama setahun setiap hari aku mengumpulkan uang jajanku. Aku ingin di hari ulang tahun ibuku berikutnya tak ingin melihatnya bersedih. Aku berpikir untuk tahun ini harus bisa buat ibuku tersenyum bahagia seperti saat bersama Ayah. Aku akan memberikan sesuatu di hari ulang tahunya.

Selama satu tahun tanpa sepengetahuan Ibuku, aku mengumpulkan uang jajanku. Dengan bantuan Budeku aku membeli sebuah cincin. Walau kecil namun aku senang bisa membelunya dengan uangku sendiri.
"Bu, selamat pagi, selamat ulang tahun ya," sapaku saat Ibu keluar dari kamarnya. 
"Syifaaaa," Ibu sangat kaget dengan apa yang aku lakukan. Aku yang sebelumnya bangun setelah di bangunkan Ibuku, namun hari itu aku bisa bangun sendiri dan sudah rapi di depan kamar Ibuku. 
Aku tersenyum dan memeluk Ibuku.
"Ibu terimalah ini hadiah dari Syifa, Ibu jangan bersedih lagi, Aku sayang Ibu," bisikku. Sambil aku sodorkan kotak kecil yang aku bungkus dengar kertas warna ungu muda kesukaan Ibuku.
"Apa-apaan ini Syifa, kau dapat uang dari mana, Nak? Tanya Ibuku.
"Maafin Syifa, Bu. Syifa mengumpulkan uang jajan dan minta bantuan Bude untuk membelinya," jawabku.
Kulihat Ibu menangis dan kembali memelukku. Adek yang saat itu tidur terbangun dan berlari memanggil dan memeluk Ibu. Segera kami berpelukan bertiga. 

"Maafkan Ibu, Nak. Selama ini buat kalian sedih. Ibu sangat kehilangan Ayah kalian, Ibu egois hingga Ibu sering marah-marah pada kalian." Sambil terisak Ibu mengucapkan maaf itu.
Aku tak bisa menahan gejolak ini. Aku pun larut dalam tangis dan pelukan hangat Ibuku.
"Ibu tak perlu minta maaf, Bu. Syifa tau Ibu sangat sedih di tinggal Ayah, aku juga, Bu. Aku ingin Ibu tak sedih lagi ya, biarkan Ayah tenang di sana." 

Keadaan yang buatku sekarang bisa lebih dewasa dari pada anak-anak seusiaku. Aku terlihat pendiam namun dari sana aku justru bisa banyak berfikir. 
Pelan-pelan Ibu membuka kotak kecil Itu. Senyum Ibu kulihat begitu indah. Kembali Ibu memelukku.
"Syifa, sekali lagi terimakasih, Nak. Kau rela tidak jajan selama ini hanya untuk membeli kado untuk Ibu," kata Ibuku.
"Sama-sama Ibu, semoga Ibu suka," ucapku
"Tentu Nak, Ibu sangat suka, Syifa andai Ayah masih ada tentu ia sangat bangga terhadapmu. Jadilah anak yang solih ya ,Nak. Belajarlah yang rajin. Kamu harapan Ibu untuk bisa bantu dan jagain Adekmu." Nasehat Ibuku.
" Iya, Ibu.Syifa akan berusaha.
Pagi itu seperti kulihat mentari bersinar begitu indah, ya mentari itu Ibuku. Sinar dan kehangatanya selalu aku harapkan setiap waktu. 

#AiseiChallengeOktoberWeek1
#cerpenanak
#relaberkurban
Gunungkidul, 10 Oktober 2021




3 komentar:

Tips Tulisan yang di Lirik Pembaca

Tips Tulisan yang di Lirik Pembaca