Cari Blog Ini

Jumat, 16 Desember 2022

Hujan itu Menertawaiku, tapi Kini Kembali Memelukku

Hujan itu Menertawaiku, tapi Kini Kembali Memelukku


“Aku lelah, aku capek, aku benciiiiiii, benci semua ini!”. Teriak Keyla.

Hujan malam ini seperti menertawakan Keyla. Tak sedikitpun mampu membawa ketenangan padanya. Padahal dulu hujan selalu membawa Keyla pada sosok Erfan yang ia kagumi. Tidak kali ini hujan  seperti menertawakan dirinya. Teriak sekenceng apapun Keyla tak mampu datangkan seseorang yang ia rindu.

Tak biasanya Erfan begini, dalam keadaan apapun ia selalu menghubungi Keyla. Desember beserta derasnya hujan seperti mewakili hati Keyla yang sedang remuk redam.

“Fan, megapa kau tega biarkan aku menunggumu, rindu ini menyiksaku Faaan,” rengek Keyla. Pikiran Keyla melayang dan mengembara entah kemana. Tatapannya kosong dan butiran bening itu menetes dari sudut matanya. Semakin malam semakin larut dan hujanpun masih saja tunjukkan rinainya yang dingin.

Sejak pertemuanya dengan sosok laki-laki yang sudah sejak bertengger lama dalam hatinya, Keyla merasa menemukan jiwanya yang hilang. Ya… Erfan,  satu nama entah sekian purnama ia rindukan. Pertemuan tiga bulan yang lalu membuat Keyla begitu merasa diri Erfan adalah benar-benar sosok yang bisa buatnya bahagia. Singkat namun begitu bermakna. Bak hujan yang turun di tengah kemarau nan tandus. Hujan mampu menyegarkan dan menumbuhkan benih-benih yang sudah hadir sejak dulu kala.

Sekian puluh tahun mereka pernah bersama  dan menjadi sandaran ternyaman. Masih segar dalam ingatan saat pertama kali bertemu. Rona bahagia terpancar disana. Seiring berjalannya waktu benih-benih itu mulai tumbuh bersemi. Apapun yang di rasakan selalu ada tawa menyertainya. Tak ingin semua berlalu. Pertemuan itu kesempatan buat Keyla dan Erfan ungkapkan semuanya. Secangkir kopi hitam menjadi saksi kisah dua insan yang saling merindu.

Baru kali ini mereka benar-benar bisa memandang satu sama lain  dengan penuh rasa cinta. Hati tak bisa dibohongi. Tatapan mata itu menenggelamkan semuanya dan memberikan isyarat tentang keduanya. Bahagia itu sederhana, bisa bercerita tertawa bersama dan habiskan kopi hitam secangkir berdua.

“Fan, ini bener kamu kan?” Seolah tak percaya Keyla memandang dan memanggil Erfan dengan penuh tanda tanya.

Hae … iya Key. Ini aku, aku datang untukmu, untuk rasa kita.

Sepontan pelukan menyatukan mereka. Aroma  harumnya  seduhan kopi membawa mereka  bersama alunan nada rindu yang bergelayut manja di lengan kokoh berlapis kasih. Butiran bening itu menetes hangat di pipi Keyla. Keyla terharu. Ini nyata ini bukan mimpi.

“Kenapa kau menangis Key?” Tanya Erfan dengan perlahn menghapus butiran bening itu.

“Kau tahu Erfan, aku bahagia. Semesta membawa kita pada pertemuan ini. Ini seperti mimpi. Aku tak percaya, Faan”. Kembali Kayla memeluk tubuh Erfan dengan manja.

“Keyla, ini bukan mimpi, ini nyata. Lihatlah langit itu!” sambil memandang dan menunjuk langit biru  Erfan tersenyum manis.  

“Iya, ini nyata dan kita bisa nikmati langit itu bersama. Kau ingat apa keinginan terbesarku? Tanya Keyla.

“Iya, kau begitu ingin kita bisa melihat langit biru itu bersama, dan hari ini kita bisa benar merasakannya”. Sambut Erfan.

Lalu keduanya memandang langit biru dengan memanjatkan doa. Seperti yang mereka inginkan saat pertemuan itu belum terjadi.

Pertemuan itu membuat Keyla dan Erfan begitu yakin bahwa inilah cinta sejati mereka. Kedatangan Erfan yang hanya dua hari telah membuat Keyla begitu bahagia. Saat Erfan kembali pun dia berjanji datang kembali untuk Keyla. Dan empat bulan berlalu. Keyla masih dengan setianya. Selalu menunggu kabar dari Erfan tiap detik waktu. Hari-hari terasa indah walau mereka berada di kota yang berbeda. Jarak bukanlah penghalang mereka untuk bisa merenda kisah cinta ini.

Tidak kali ini Keyla begitu menjerit pilu, bahkan saat ia berteriakpun mungkin Erfan tak mendengarnya. Dua hari Erfan tak menghubunginya, tapi seseorang telah mengatakan pada Keyla bahwa Keyla tak perlu lagi menghubungi Erfan. Kata-kata wanita itu masih jelas terdengar. Huuf Keyla dengar dan terima kata-katanya. Tanpa satu kata pun mampu Keyla ucapkan. Tanpa ia sadari air mata itu mewakili hatinya.  Jeritan hatinya, kerinduanya tentang hal yang dialami bersama Erfan apakah akan hilang begitu saja.

“Tidaak… apa arti semua ini, Rabbi … jerit Keyla. Aku harus bagaimana, aku tak bisa, aku tak ingin semuanya berlalu.” Rintih Keyla.

Malam semakin larut, angin malam berhembus bersama dedaunan di samping kamar Keyla dengan sisa-sisa gerimis. Dingin menyeruak hingga tubuh Keyla pun menggigil. Sedingin hatinya yang tak lagi bisa merasakan kehangatan canda tawa bersama Erfan. Keyla merebahkan tubuhnya, masih dengan isaknya sampai ia pun tertidur.

Sayup suara adzan subuh terdengar, perlahan Keyla membuka matanya. Tangisnya semalam membuat kedua mantaya sembab. Ia pun bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Air wudu yang dingin menyejukakn wajahnya. Sedikit bisa menentramkan jiwanya yang keruh. Namun kata-kata wanita kemarin tak bisa hilang dari pendengaranya. Huuuf, siapa wanita itu? Dalam benak Keyla bertanya-tanya. Seperti ada yang tak beres.

Keyla tunaikan salat subuh dan ia tumpahkan semua isi hatinya pada Tuhan.

“Rabbi… padaMu aku serahkan semuanya, hamba pasrah ya Rabb, apapun yang menjadi ketentuanMu hamba ikhlas. Hanya hamba memohon tunjukkan hamba ke jalanMu, jalan yang Kau Ridhoi. Jika memang Erfan bukan yang terbaik untuk hamba maka jauhkan ia dari hamba  namun jika memang dia yang terbaik untuk hamba satukan dengan caraMu ya rabb.” Doa-doa mengalir dari lubuk Keyla.

Berharap mentari kan beri kehangatan untuknya dengan segala kasih sayang Tuhan. Keyla yakin Allah Tuhan semesta alam tak akan biarkan ia selalu menangis. Setelah hujan dan gerimis pasti ada sinar pelangi yang indah menyertainya. Dengan sisa semangat yang ada Keyla pun bangkit dan akan menata kembali hidupnya. Apapun jalan yang kan di laluinya ia berusaha tuk mampu melewatinya.  Biarlah waktu menjawab semuanya. Masih ada waktu untuk hari esok. Keyakinan Keyla membuatnya kuat dan akan terus berharap.

 

***

Sinar mentari datang bersama nyanyian kicauan burung dan sejuknya embun pagi. Keyla melangkahkan kakinya tuk susuri jalan menuju tempat kerjanya. Ada yang lain pagi ini. Sapa lembut Erfan yang selalu mengantarkannya tuk jalani kehidupan tak lagi ia dengar. Kenyataan bahwa harinya tak seindah nyanyian burung pipit itu dan juga tak sehangat mentari yang menyeka tubuh mungilnya.  Sekuat apapun ia berusaha tuk tak mengingat lagi kata wanita itu, namun sekuat itu pula rasa getir melumuri hatinya.  Ia tetap percaya dengan Erfan. Apapun itu, Keyla tak harus semudah itu percaya.

Saat beraktivitas memang Keyla sedikit bisa terhibur. Ia bisa selesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Namun ketka senja mulai tampakkan sinarnya kembali hati Keyla terisis.

“Faan, dengarkan aku. Datanglah Faan ucapkan satu kata untuk bisa yakinkan hatiku Faan. Jangan siksa aku seperti ini. Beri aku kepastian jangan pergi dan menghilang begitu saja Faan, Please aku mohon.” Seperti orang yang tak sadarkan diri Keyla ungkapkan semua bersama dengan senja yang mulai tamaram.

Tiba-tiba ponsel Keyla bordering. Satu nama tertera disana. Ya… Erfan. Dengan cepat Keyla mengangkat panggilan itu. Tangis Keyla pecah. Belum sempat ia katakana sesuatu pada Erfan namun Keyla tak bisa menahan tangisan itu. Erfan biarkan tangisan Keyla mereda. Baru Erfan jelaskan semuanya. Jika hal itu dekat pasti Erfan akan memeluk Keyla dan menenangkanya. Erfan tak setega itu membiarkan wanitanya menagis dan bersedih.

“Key, boleh aku bicara?” suara lembut Erfan menghentikan isak tangis Keyla.

Keyla masih terdiam.

“Key, aku tahu kamu pasti sedih dan terluka. Maafkan aku yang beberpaa hari ini tak bisa menghubungimu. Ya… wanita itu bude aku Key. Dia menghendaki aku menikah dengan anak temannya. Dan aku diminta meninggalkanmu.” Jelas Erfan.

“Lalu, kamu diam saja Faan, dan biarkan aku dengan sejuta tanya dalam kesedihan? Tanya Keyla.

“Bukan begitu Key, mengertilah. Budeku sangat otoriter dan selalu menang sendiri Ibuku dari dulu harus selalu mengalah untuknya. Dan aku butuh waktu untuk bisa lepas dengan keinginan bude ku itu. Kamu yang sabar ya!” Pinta Erfan.

Erfan yang sejak kecil di asuh oleh Budenya, hingga apapun tentang kehidupannya. Budelah yang paling berkuasa untuk menentukan. Padahal Erfan bukan anak kecil lagi dan punya prinsip untuk menentukan langkah dalam hidupnya. Bagaimana ia kan mencapai apa yang ia citakan.

Hidup adalah serangkaian proses. Untuk mencapai apa yang kita inginkan , tak semudah membalikkan telapak tangan Kita harus berjuang tuk capai semuanya. Sertakan Tuhan di dalamnya. Sekuat apapun kita berencana namun Tuhanlah yang berhaq tentukan semuanya. Keyakinan kan membawa kita pada masa dimana kita akan merasakan betapa perjuangan itu begitu indah.

Erfan yakinkan Keyla untuk bisa menunggunya. Dengan penuh keyakinan Keyla siap menunggu Erfan dengan sejuta mimpi yang tersemai dari lubuk hatinya. Kini Erfan dan Keyla berusaha untuk saling menjaga. Biarkan waktu yang akan menjawabnya. Dan waktu yang dinantipun tiba. Desember dan hujan adalah rindu. Semesta akhirnya  berpihak pada mereka. Keyla kembali tersenyum dan akan terus berjuang untuk segala rasa yang tercipta. Ikatan hati tak mudah begitu saja terlepas, terukir indah satu nama dan Keyla tak ingin lepas dan kehilangan Erfan. Kini perjuangannya, Ihtiyar dan doa terjawab sudah.

 

Gunungkidul, 16 Desember 2022


8 komentar:

Tips Tulisan yang di Lirik Pembaca

Tips Tulisan yang di Lirik Pembaca